Editor
MALANG, KOMPAS.com – Narasi “laki-laki tidak bercerita” terbukti sangat berbahaya bagi kesehatan mental, khususnya di kalangan Generasi Z.
Di Malang, Jawa Timur, kelompok usia ini menjadi yang paling rentan mengalami gangguan psikologis, termasuk depresi berat, bipolar, hingga keinginan untuk mengakhiri hidup.
Generasi Z tercatat mendominasi layanan kesehatan jiwa yang diselenggarakan Indonesia Sehat Jiwa.
Mereka mengalami berbagai gejala gangguan jiwa akibat tekanan hidup, mulai dari perundungan (bullying), trauma keluarga, hingga jeratan pinjaman online (pinjol).
"Masalah kesehatan mental banyak sekali pasien yang kami tangani. Mulai dari bipolar, kemudian masalah depresi berat yang paling banyak," kata Ketua Indonesia Sehat Jiwa, Sofia Ambarini pada Sabtu (31/5/2025).
Baca juga: Cara Menetapkan Batasan yang Sehat untuk Menjaga Kesehatan Mental
Pasien yang datang sebagian besar berasal dari usia Gen Z, mulai dari pelajar SMA sederajat hingga pekerja muda.
"Usia Gen Z, ya yang paling banyak datang ke kami. Pasien kami termuda ada yang 16 tahun, sampai 65 tahun. Dari 100 persen, 80 sampai 85 persen itu Gen Z," kata dia.
Salah satu temuan paling mencolok adalah banyaknya pasien laki-laki yang mengalami keinginan untuk bunuh diri. Sebagian besar dari mereka tidak pernah membagikan beban yang dirasakan karena merasa tidak tahu harus bercerita kepada siapa.
"Kasus orang ingin bunuh diri paling banyak pada laki-laki, mencapai 95 persen. Kebanyakan yang ingin bunuh diri adalah mereka yang memendamnya sendiri, karena tidak tahu mau cerita ke mana, atau tidak bisa percaya orang," ujar Ambarini.
"Ini tentu sebagai peringatan keras terhadap stigma 'laki-laki tidak bercerita'," lanjut dia.
Baca juga: Survei Deloitte: Gen Z Piliih Tak Kuliah karena Biaya Mahal
Stigma tersebut membuat banyak laki-laki Gen Z menghindari bantuan psikologis, yang berujung pada kerentanan tinggi terhadap gangguan mental serius.
Sebagian besar dari mereka terjebak dalam tekanan diam-diam hingga akhirnya merasa tidak sanggup lagi bertahan.
Pasien bipolar biasanya memiliki latar belakang trauma mendalam, seperti ditelantarkan orang tua atau kendala dalam pendidikan.
Sementara untuk kasus perundungan, pemicunya sangat beragam namun kerap berasal dari masalah keluarga.
"Biasanya mengenai bullying, itu yang paling banyak. Bullying yang berangkat dari parenting," jelas dia.
Baca juga: Banyak Gen Z Tak Terserap Industri, Bonus Demografi Terancam