SURABAYA, KOMPAS.com - Kasus impor dan perdagangan ilegal bahan berbahaya jenis sianida yang melibatkan PT Sehat Hidup Chemindo (PT SHC) berpotensi melanggar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Direktur PT SHC, Steven Sinugroho, telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri terkait kejahatan penyalahgunaan importasi dan perdagangan sianida.
Steven diduga melakukan impor sianida dari China dan Korea menggunakan dokumen perizinan dari perusahaan pertambangan emas yang tidak beroperasi, yaitu PT Satria Pratama Mandiri.
Dalam kurun waktu satu tahun, tepatnya antara 2024 hingga 2025, Steven mengimpor sebanyak 494,4 ton sianida yang dikemas dalam 9.888 drum.
Baca juga: Kemendag: Tidak Semua Perusahaan Bisa Impor Sianida
Ratusan ton sianida tersebut dipasarkan kepada tambang-tambang emas ilegal di seluruh Indonesia, dengan keuntungan mencapai sekitar Rp 59 miliar.
Bareskrim Polri menyatakan bahwa kemungkinan jumlah tersangka dalam kasus ini akan bertambah, seiring dengan penyelidikan yang terus dilakukan hingga ke tingkat pembeli sianida dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam proses impor ilegal tersebut.
"Pihak-pihak itu bisa berasal dari mana saja, termasuk perusahaan-perusahaan yang izinnya sudah habis, namun masih mengurus izin impor sianida ini," ujar Dirtipidter Bareskrim Polri, Brigjen Pol Nunung Syaifuddin, Kamis (8/5/2025).
Lebih lanjut, polisi menduga kasus impor dan perdagangan ilegal sianida ini memiliki kaitan erat dengan mafia tambang emas.
"Sangat ada (kaitan dengan mafia ilegal), khususnya tambang emas," tegas Nunung.
Baca juga: PT SHC Untung Rp 59 Miliar Hasil Jual Ratusan Ton Sianida secara Ilegal
Saat ini, Steven Sinugroho disangkakan melanggar Pasal 24 ayat (1) Jo Pasal 106 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak Rp10 miliar.
Selain itu, ia juga disangkakan Pasal 8 ayat (1) huruf a, e, dan f Jo Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 2 miliar.
Polisi juga akan menyelidiki kemungkinan adanya pelanggaran Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam kasus ini.
"Kita akan pastikan dulu tindak pidana asalnya dan tentu kita akan mencoba menerapkan UU TPPU karena ini juga kita duga sudah berangsur cukup lama," pungkas Nunung.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang