LUMAJANG, KOMPAS.com - Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lumajang menyoroti pola komunikasi antara guru dan murid dalam kasus pamer kelamin yang dilakukan salah satu oknum guru terhadap siswanya di SD negeri yang ada di Kecamatan Tempursari, Kabupaten Lumajang.
Sebelumnya, oknum guru pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan (PJOK) sekolah dasar negeri di Kecamatan Tempursari, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, ditangkap polisi usai diduga melakukan pelecehan seksual kepada salah satu muridnya.
Oknum guru bernama Jumadi ini melakukan pelecehan seksual dengan cara video call siswa berinisial N (13) sambil menunjukkan alat kelaminnya.
Baca juga: Oknum Guru Olahraga yang Pamer Alat Kelamin ke Siswa SD Sudah Dipecat
Kepala Dinas Pendidikan dan dan Kebudayaan Kabupaten Lumajang Nugraha Yudha mengatakan, ada pola komunikasi yang tidak tepat sebelum kejadian itu.
Salah satunya, pesan yang dikirimkan korban kepada tersangka, terjadi pada pukul 22.13 WIB.
Selain itu, pemilihan bahasa yang digunakan juga kurang elok untuk disampaikan seorang siswa terhadap gurunya.
"Komunikasi yang terjalin ini kan tidak sekali dua kali, kemudian sampai ada bahasa 'spill dong', ini kan berarti ada pengaruh dari media sosial," kata Nugraha di Lumajang, Selasa (22/4/2025).
Baca juga: Kasus Guru Pamer Kelamin, Dindikbud Lumajang Bakal Batasi Penggunaan Gadget Hingga Razia Isi Ponsel
Pengaruh media sosial, kata Yudha, jadi salah satu faktor kuat adanya komunikasi yang kurang elok.
Meski begitu, Yudha menekankan, posisinya tidak dalam rangka menyudutkan korban atau membela tersangka.
Namun, agar perkembangan media sosial yang pesat ini tidak menjadikan para siswa melupakan tradisi ketimuran yang sudah lama dianut masyarakat Indonesia.
Baca juga: Guru Olahraga SD Negeri di Lumajang Ditangkap Karena Pamer Kelamin ke Siswa SD
Untuk mencegah kejadian serupa, Dindikbud Lumajang akan melakukan pembatasan penggunaan gadget oleh siswa selama di lingkungan sekolah.
Selain itu, guru juga akan diberi tugas untuk melakukan razia isi ponsel siswanya untuk menghindari adanya perilaku menyimpang atau mencurigakan.
"Ada pembatasan di sekolah terkait penggunaan gadget, termasuk kalau nanti dimungkinkan sekolah harus melakukan razia secara tiba-tiba dan berkala," jelasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang