SURABAYA, KOMPAS.com - Dua rumah anggota DPD RI La Nyalla Matalitti di Surabaya digeledah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (14/4/2025).
Berdasarkan surat yang ditunjukkan kepada pihak keluarga, penggeledahan dilakukan untuk mencari bukti tambahan dugaan kasus korupsi Dana Hibah yang menyeret nama mantan Ketua DPRD Jatim, Kusnadi.
Menanggapi hal tersebut, La Nyalla melalui keterangan tertulis kepada Kompas.com mengaku tidak pernah berhubungan dengan Kusnadi.
"Saya juga tidak tahu, saya juga tidak pernah berhubungan dengan Saudara Kusnadi. Apalagi saya juga tidak kenal sama nama-nama penerima hibah dari Kusnadi," katanya.
Baca juga: Dimana La Nyalla Saat KPK Geledah Rumahnya? Ini Jawaban Pihak Keluarga
Dia juga menegaskan bahwa dirinya bukan penerima dana hibah. "Saya sendiri juga bukan penerima hibah atau pokmas," ucap dia.
La Nyalla juga menunggu penjelasan dari KPK mengapa rumahnya yang tidak ada kaitannya dengan perkara Kusnadi dijadikan obyek penggeledahan.
Karena berdasarkan surat berita acara, tidak ada barang bukti yang disita dari penggeledahan di dua rumahnya.
"Di surat berita acara hasil penggeledahan ditulis dengan jelas, kalau tidak ditemukan barang yang terkait dengan penyidikan," ujarnya.
Sebelumnya, Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto menyebut saat ini tim KPK memang sedang melakukan kegiatan pemeriksaan di Surabaya terkait korupsi dana hibah.
"Benar. Penyidik sedang melakukan kegiatan penggeledahan di Kota Surabaya, terkait penyidikan perkara dana hibah Pokmas Jatim," kata Juru Bicara (Jubir) KPK Tessa Mahardhika, dalam keterangannya, Senin.
Namun, Tessa belum memerinci hasil penggeledahan di rumah Ketua DPD periode 2019-2024 itu.
Baca juga: KPK Geledah Rumah La Nyalla 2 Jam, Keluarga Klaim Tidak Ada Barang yang Disita
Menurut dia, hasil penggeledahan bakal disampaikan setelah penggeledahan selesai dilakukan.
"Untuk detail penjelasan lebih lanjut akan disampaikan setelah seluruh rangkaian kegiatan penggeledahan selesai dilaksanakan," tutur Tessa.
Dalam kasus dana hibah, KPK telah menetapkan 21 orang tersangka dalam kasus dugaan suap alokasi dana hibah Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim).
Perkara ini merupakan pengembangan dari kasus suap alokasi dana hibah yang diusulkan melalui pokok pikiran (Pokir) dari kelompok masyarakat (Pokmas).