Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inovasi Kompor Biomassa: Sempat Dilirik Dunia, tapi Belum Bisa Geser Elpiji

Kompas.com, 25 Maret 2025, 18:22 WIB
Suci Rahayu,
Andi Hartik

Tim Redaksi

MALANG, KOMPAS.com - Di tengah meningkatnya perhatian terhadap energi ramah lingkungan, inovasi kompor biomassa karya Dosen Universitas Brawijaya (UB) Muhammad Nurhuda sempat menjadi sorotan.

Kompor ini tidak hanya menawarkan efisiensi energi yang lebih baik, tetapi juga berhasil menembus pasar internasional.

Bahkan, kabar lama yang menyebutkan produksinya di Norwegia kembali mencuat.

Namun, ia menegaskan bahwa informasi tersebut sudah tidak lagi relevan karena produksi massal kompor ini sebenarnya telah berhenti sejak 2018.

Baca juga: Inovasi Kompor Biomassa yang Pernah Mendunia, Kini Tinggal Kenangan

Seperti diketahui, inovasi kompor biomassa ini bermula dari sebuah idenya yang dikembangkan sejak tahun 2006.

"Kami mempresentasikan konsep ini pada 2008, dengan pemikiran bahwa biomassa lebih ekonomis sebagai sumber energi. Akhirnya, kami mengembangkan kompor ini hingga kualitas nyala apinya hampir setara dengan elpiji pada 2006," kata Muhammad Nurhuda kepada Kompas.com, Selasa (25/3/2025) siang.

Baca juga: Cerita Polisi Bantu Padamkan Api dari Kompor Gas Bocor Milik Penjual Bakpao di Nunukan

Kemudian, keunggulan kompor ini menarik perhatian investor, termasuk perusahaan asal Norwegia yang kemudian menjalin kerja sama produksi setelah kompor biomassa ini diuji coba di laboratorium di Kamboja.

"Dulu yang terkait produksi bersama Norwegia itu banyak. Memang kita berpartner dengan perusahaan PMA dari Norwegia sejak 2012-2017. Berakhir karena mereka ada masalah internal. Waktu itu yang diproduksi memang cukup banyak. Tapi sekarang sudah tidak lagi," tutur dosen Fakultas MIPA Universitas Brawijaya Malang.

"Norwegia waktu itu tertarik dan menghubungi saya. Lalu kita melakukan uji coba dan tes di Kamboja karena mereka punya lab di sana. Akhirnya mereka sepakat mengajak kerja sama sejak 2012-2017," imbuhnya.

Meskipun sempat berkembang pesat, produksi kompor biomassa akhirnya dihentikan.

Salah satu alasannya adalah sulitnya bersaing dengan elpiji yang lebih praktis dan sudah lebih dulu mengakar di masyarakat.

Menurut Muhammad Nurhuda, proyek kompor biomassa di berbagai belahan dunia sebenarnya banyak didukung oleh Bank Dunia dalam konteks penurunan karbon.

"Bukan karena mahal, sebenarnya proyek-proyek kompor biomassa itu banyak di dunia. Dulu beranggapan dengan menggunakan kayu yang sedikit, orang-orang tertarik sehingga banyak yang dibiayai Bank Dunia dalam konteks penurunan karbon itu," ujar pria yang pernah meraih Penerima Penghargaan Energi Prakarsa Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (2011).

"Jadi bukan hanya di Indonesia, karena di Indonesia sendiri sangat sedikit. Yang paling banyak di China, Myanmar, India, dan negara-negara Afrika Barat dan Tengah," sambungnya.

Namun, pada akhirnya, realitas di lapangan menunjukkan bahwa kompor biomassa sulit bersaing dengan elpiji.

"Dari situ akhirnya mungkin mereka mencoba peruntungan masuk. Kenyataannya ya seperti itu. Tapi kini ya sudah, riwayatnya seperti itu. Mereka memang memproduksi banyak, tapi akhirnya berakhir juga," pungkas Muhammad Nurhuda.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau