BANYUWANGI, KOMPAS.com - Waktu telah menunjukkan tengah malam, tetapi tiba-tibapanggilan masuk ke ponsel Dicky Dwi Cahya yang tengah bersantai dari lelahnya bekerja pada Minggu (23/3/2025).
Dicky adalah pemuda Banyuwangi, Jawa Timur berusia 32 tahun yang mengabdikan dirinya dengan menjadi relawan di Banyuwangi Reptile Community.
Dia mendapatkan telepon soal kemunculan ular jenis piton sepanjang tiga meter.
Tak butuh waktu lama, dia segera bergegas, bergabung dengan rekan-rekannya dari komunitas tersebut untuk melakukan misi penyelamatan ular.
Itu adalah salah satu aktivitas penyelamatan yang kerap dilakoni Dicky yang telah mendalami bidang penyelamatan reptil sejak tahun 2012.
“Saya menekuni bidang rescue dari 2012. Kalau ular, sejak kecil sudah suka karena unik menurut saya,” kata pria yang akrab disapa Cak Brenk itu.
Baca juga: Fenomena Kobra Masuk Rumah: Perburuan Biawak Jadi Faktor Naiknya Populasi Ular
Bukan hanya ular jenis piton, Dicky juga sering melakukan misi penyelamatan ular berbisa seperti kobra atau yang lainnya, berbekal ilmu yang didapatkannya dari komunitas Reptile Rescue Indonesia.
Misi penyelamatan tak selalu berjalan mulus. Dia bahkan pernah digigit ular hijau ekor merah yang berbisa.
Akibatnya, ia harus ditindak secara medis dengan biaya sendiri.
Meskipun begitu, peristiwa semacam itu tak mengurungkan niatnya untuk terus melakukan penyelamatan ular serta menggencarkan sosialisasi dan edukasi kepada mereka yang bersinggungan langsung dengan ular berbisa.
“Kita edukasi petani yang tak jarang salah mengidentifikasi jenis ular. Kita tunjukkan bentuk fisik dan kita berikan pendampingan. Kita bagi ilmu di sana,” ujarnya.
Tujuannya, meminimalkan kesalahan mengenali hingga menangani gigitan ular yang bisa berujung kematian.
Kini, bersama komunitas yang diawali dari 5 orang dan telah berkembang sebanyak 20 anggota aktif itu, Dicky rutin memberikan sosialisasi dan edukasi secara swadaya.
“Selain petani, kita juga mengenalkan ular ke siswa sekolah, mulai dari TK hingga SMA,” ucap Dicky.
Selain itu, dia bekerja sama dengan Universitas Airlangga (UNAIR) Banyuwangi untuk memberikan materi mengenai penyelamatan ular sejak UNAIR Banyuwangi berdiri hingga kini.
Komunitasnya juga aktif mengenalkan diri ke masyarakat dengan menggelar pertemuan di ruang terbuka hijau, sehingga masyarakat juga dapat menambah pengetahuan dari kegiatan yang dilakukan.
“Masyarakat bertanya, kita siap menerangkan. Bagaimana hidup berdampingan dengan ular, hingga penanganan pertama yang harus dilakukan,” ujarnya.
Baca juga: Fakta dan Mitos Kobra Masuk Rumah: Benarkah Bisa Ular Bisa Dihilangkan?
Dia selalu menekankan bahwa ketika terkena gigitan ular, sebisa mungkin untuk tidak panik dan segera ke rumah sakit terdekat tanpa mengidentifikasi terlebih dulu gigitan jenis apa yang didapatkan.
Korban gigitan ular juga sebisa mungkin tidak menggerakkan area tubuh yang terkena gigitan untuk menghindari percepatan penyebaran bisa ular.
“Kalau digigit di tangan, tangan jangan diayunkan. Kalau digigit di kaki, berjalan pincang,” ujarnya mencontohkan.
Dengan segala upaya yang dilakukan, Dicky berharap masyarakat dapat lebih bisa hidup berdampingan dengan ular.
Baca juga: Digigit Ular Kobra? Begini Pertolongan Pertama supaya Terhindar dari Kematian
Meskipun berbisa, ular memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem dengan mengendalikan populasi hewan lain seperti tikus dan katak.
Sementara itu, untuk meningkatnya populasi ular tak lepas dari campur tangan manusia yang melakukan pembangunan permukiman, rusaknya alam, hingga memburu predator yang mengendalikan populasi ular.
Ke depan, Dicky mengaku akan terus melakukan misi penyelamatan ular dan berharap bisa bekerja sama dengan Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan dalam melakukan misi penyelamatan ular.
“Kita berharap bisa bekerja sama dengan Damkar. Barangkali suatu saat bisa membantu ketika dibutuhkan, kami siap,” katanya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang