SURABAYA, KOMPAS.com - Di bawah terik matahari pagi, seorang pria berusia senja melangkah perlahan menyusuri trotoar di depan deretan minimarket kawasan Surabaya.
Tubuhnya yang mulai renta membawa beban dagangan jipang, penganan tradisional yang kini semakin jarang ditemui.
Dia adalah Sudjat (72), pria kelahiran 1953 asal Blora, Jawa Tengah.
Delapan tahun terakhir, ia memilih meninggalkan kampung halamannya untuk mengais rezeki di Kota Pahlawan dengan berjualan jipang keliling.
"Saya jualan ini sekitar 8 tahun yang lalu. Sebelumnya saya kerja di Tanjung Perak untuk bongkar muatan. Dulu susah harus dipikul, sekarang enak sudah ada pengereknya. Waktu masih bergasnya di situ saya," kenang Sudjat saat ditemui Kompas.com, Jumat (14/2/2025).
Baca juga: Dari Buka Warung Bermodal Rp 500.000, Perempuan Ini Bisa Kuliahkan Anak hingga Rambah Bisnis Kosan
Setiap hari, Sudjat memulai aktivitasnya sejak pukul 05.30.
Dengan berbekal 5 pack jipang yang masing-masing berisi 90 butir, ia menyusuri kawasan Ketintang, Jambangan, Kebonsari, dan Kebonagung.
Setiap pack kemudian ia kemas ulang menjadi kemasan kecil berisi 6 butir dengan harga Rp 10.000.
Perjalanan Sudjat ke Surabaya bukanlah tanpa perhitungan.
Ia mengaku memilih kota ini karena slot penjual jipang di kota-kota terdekat Blora, seperti Semarang, Solo, dan Tuban, sudah terlalu banyak.
Untuk mencapai Surabaya, ia harus mengeluarkan ongkos sekitar Rp 100.000, termasuk biaya bus dan transportasi lokal.
"Saya datang kemarin Kamis (13/02), tiba pagi tadi turun di Wilangun, terus ke sini naik line kuning. Saya tidak berani turun di Bungurasih, apalagi bawa dagangan. Di sana banyak persaingan, takut diapa-apain," tuturnya dengan nada hati-hati.
Di balik perjuangannya, Sudjat ternyata memiliki tiga orang putra di kampung halaman.
Baca juga: Pedagang Asongan Bekasi Tercekik Pungli Berkedok Sewa Lapak, Dipalak Tiga Tangan
Dua di antaranya sudah berkeluarga dan bekerja di bidang mebel serta koperasi, sedangkan yang bungsu masih melajang dan memilih menjadi petani.
"Di Blora keluarga saya di sana semua. Istri juga masih sehat. Saya pun di sana juga jadi petani. Kan stok jipang ini kadang telat, jadi saya tani di sana," ungkapnya sambil tersenyum.