SURABAYA, KOMPAS.com - Panti milik tersangka pencabulan anak asuh, Nurherwanto Kamaril (60) ternyata pernah menjadi rumah bersalin dan digunakan untuk praktik aborsi.
Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Surabaya, Anna Fajrihatin mengatakan bahwa dahulu panti asuhan yang berada di Kecamatan Gubeng, Surabaya tersebut memiliki izin klinik bersalin.
"Izinnya bukan panti (asuhan), tetapi dulu adalah tempat untuk persalinan," kata Anna ketika berada di DPRD Surabaya, Jumat (7/2/2025).
Baca juga: 7 Fakta Kasus Pencabulan Pemilik Panti Asuhan di Surabaya, Korban Diancam
Anna mengungkapkan bahwa aparat kepolisian mencabut izin klinik bersalin tersebut pada 2022, setelah petugas mengetahui bangunan itu menjadi tempat praktik aborsi ilegal.
"Kemudian ada kasus waktu itu ada aborsi, sudah ditangani polisi, makanya tidak diperpanjang. Yang dimaksud tidak diperpanjang adalah izin klinik bersalin," ujarnya.
Sejauh ini, kata dia, tempat tersebut tidak pernah mengantongi izin untuk membuka panti asuhan.
Padahal, pihaknya sudah pernah menemui tersangka agar segera mengurusnya.
"Kami sudah mengingatkan kepada yang bersangkutan untuk datang ke Dinsos, sudah menjanjikan kepada kita, tapi enggak datang. Sudah dua kali (peringatan) tahun 2024," ucapnya.
Mencuatnya kasus ini bermula dari seorang korban anak perempuan berusia 15 tahun yang melapor kepada Unit Konsultasi dan Bantuan Hukum (UKBH) Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya.
“Kejadian bermula dari kaburnya anak panti asuhan yang menerangkan adanya dugaan tindakan pencabulan yang dilakukan oleh NK,” kata Direktur UKBH Unair, Sapta Aprilianto.
Korban merupakan salah satu anak asuh yang tinggal di panti asuhan tersebut.
Dia kabur dan menceritakan kisah pilunya kepada mantan istri tersangka berinisial S (41) yang juga pelapor.
Baca juga: Tersangka Pencabulan dalam Panti Asuhan di Surabaya Rayu dan Ancam Korban
Rumah penampungan yang sebelumnya panti asuhan itu tidak memiliki perpanjangan izin sejak 2022.
Pelaku dijerat Pasal 81 Jo Pasal 76 D dan atau Pasal 82 Jo Pasal 76 E UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 6 huruf b UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Ancaman hukuman paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun untuk perlindungan anak, sedangkan UU Pidana Kekerasan Seksual yaitu 12 tahun.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang