PASURUAN, KOMPAS.com - Pagi itu, sekitar pukul 6.30 WIB, sejumlah pemuda mulai sibuk mengatur pengunjung wisata Mangrove di Karang Taruna Kelurahan Tamba'an, Kecamatan Panggungrejo, Kota Pasuruan.
Ada yang mengatur parkir, mengarahkan masuk lokasi jalan dermaga, hingga menjadi penjaga kantin. Mereka adalah pemuda yang tergabung di Karang Taruna Bina Hang Tuah.
Sementara, di dalam hutan mangrove, juga terlihat burung-burung bangau.
Wisata Mangrove di Pesisir Pantai Tamba'an ini sejak sekitar tiga bulan lalu dijadikan destinasi alam yang dulunya tidak pernah dilirik banyak orang.
Namun kini, tempat ini menjadi alternatif wisata lokal, dan bahkan ikon baru di Kota Pasuruan.
Abdul Wahab, salah satu warga yang sekaligus pegiat lingkungan menceritakan, dulu pesisir Tamba'an dikenal sebagai tempat para pemuda mengonsumsi pil koplo.
Melalui komunitas baca dan para nelayan sekitar, mereka menginginkan wilayahnya menjadi kampung yang cerdas dan peduli lingkungan.
Baca juga: Ramai HGB di Laut Sidoarjo, Wali Kota Surabaya Bicara soal Wilayah Mangrove
"Nah, dengan dukungan warga dan kelompok nelayan, kami belajar menanam mangrove," kata Abdul Wahab, Senin (27/01/2025).
Anggota Karang Taruna Bina Hang Tuah Kelurahan Tamba'an Kecamatan Panggungrejo Kota Pasuruan saat melakukan penanaman mangrove. Mulai Tahun 2016, secara bertahap dan sabar, upaya program penanaman mangrove dilakukan bersama pegiat berjalan.
Tidak mudah, ombak dan angin kerap menjadi penyebab matinya bibit mangrove yang ditanam.
Setiap bibit mangrove yang ditanam pun harus terus dipantau. Penahan batang harus kuat menahan ombak yang menerjang.
"Potensi untuk tumbuh dan hidup, tanaman yang kita tanam risiko fifty-fifty. Bisa hidup, bisa mati," kata dia.
Di tengah perawatan mangrove, anggota Karang Taruna bersama kelompok baca juga membuat gazebo taman baca berbahan kayu di sekitar hutan mangrove.
Mereka ingin mengajak anak-anak atau remaja agar gemar membaca. "Saat itu di pesisir, banyak pemuda yang mengonsumsi pil koplo. Jadi kami punya keinginan agar anak-anak tidak terjerumus pada obat-obat terlarang," ungkap dia.
Bahkan, untuk mengenalkan hutan mangrove, para pemuda pun 'urunan' (gotong royong) menyumbang cat dengan seadanya.