Apalagi untuk menyelesaikan pesanan tepat waktu, para perajin bekerja mulai pagi hingga dini hari.
"Biasanya, pesanan luar negeri butuh waktu dua bulan, termasuk pembuatan sampel. Tapi yang dari Jakarta memesan lebih awal, jadi kami dahulukan. Dalam sebulan, kami mampu menyelesaikan 2.000 lampion," tutur pria berusia 48 tahun ini.
Usaha lampion ini berawal dari pengalaman Akhmad Syamsudin yang bekerja di Bali pada 1997 silam.
Setelah pemilik usaha tempatnya bekerja meninggal, para pegawai kembali ke daerah asal dan membuka usaha sendiri.
Baca juga: Imlek 2025 di Solo, Ribuan Lampion Hiasi Balai Kota hingga Pasar Gede
Sejak tahun 2000 ia membuka usaha ini yang terus berkembang hingga Kampung Lampion Jodipan menjadi ikon kerajinan lampion di Malang.
Kini, kampung ini menjadi andalan untuk memenuhi kebutuhan lampion, baik domestik maupun internasional, terutama saat momen-momen istimewa seperti Tahun Baru Imlek 2025.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang