SURABAYA, KOMPAS.com - Rumah Potong Hewan (RPH) Surabaya menyebut wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) tidak mempengaruhi stok daging. Dengan demikian, harganya dipastikan masih stabil.
Direktur Utama Perusahaan Daerah (PD) RPH Surya Surabaya, Fajar Arifianto Isnugroho, mengatakan pihaknya masih belum menemukan adanya hewan ternak yang terpapar virus PMK.
"RPH Surabaya aman, Alhamdulillah enggak ada (sapi terinfeksi PMK)," kata Fajar ketika dikonfirmasi, Kamis (9/1/2025).
Fajar mengungkapkan ketersediaan daging sapi juga sama sekali tidak terpengaruh dengan adanya wabah PMK. Sebab, pemasok ternak ke RPH Surabaya tak hanya dari Jawa Timur (Jatim).
Baca juga: 32 Sapi Mati Akibat PMK di Bantul, Lalu Lintas Ternak dan Pasar Tidak Ditutup
"Karena sebagian sapi kami bukan (dikirim) dari sapi lokal saja, ada yang eks impor dari Jawa Barat (Jabar). Kalau yang lokal pun sapi kita bukan dari daerah yang terjangkit," ujar Fajar.
"(Stok daging di RPH Surabaya) normal, enggak ada pengaruh (virus PMK). Rata-rata, setiap harinya RPH Surabaya masih memotong sekitar 150 ekor sapi," sambung Fajar.
Dengan demikian, kata Fajar, harga daging sapi di Surabaya dipastikan sama sekali tidak mengalami lonjakan. Saat ini, lanjut dia, masih berada di angka Rp115 ribu per kilogram.
"(Harga daging) enggak ada pengaruh, aman. (Antisipasi PMK) sudah lama, SOP (Prosedur Operasional Standar) kita jalankan, bio safety dan bio security kita laksanakan," ucap Fajar.
Diberitakan sebelumnya, Dinas Peternakan Jatim menerima laporan kasus PMK yang menyerang ternak sapi selama dua bulan terakhir.
Baca juga: Wabah PMK Ancam Peternak Blora, Harga Sapi Merosot Drastis
Sepanjang November hingga Desember 2024, terjadi 6.072 kasus PMK di Jatim, dengan 282 ekor ternak sapi mati.
"Kasus PMK dilaporkan terjadi di 30 daerah di Jatim," kata Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur, Indyah Aryani, dikonfirmasi, Senin (6/1/2025) lalu.
Gejala klinis pada hewan ternak yang terjangkit penyakit itu dilaporkan mengalami lemah dan pincang, air liur yang berlebihan, menggantung, dan berbusa.
"Hewan ternak juga lemas dan lebih banyak berbaring, sehingga terjadi penurunan produksi susu pada sapi perah," ujar Indyah.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang