Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Uniknya Asal-usul Nama Lontong Balap di Surabaya, Siapa yang Balapan?

Kompas.com, 25 November 2024, 06:10 WIB
Izzatun Najibah,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

SURABAYA, KOMPAS.com - Orang-orang yang dahulu menamainya dengan lontong balap bukan karena lontongnya balapan atau orang yang sedang balapan makan lontong.

Ada cerita menarik di balik kuliner khas Surabaya yang satu ini.

Lontong balap yang merupakan makanan andalan untuk disantap siang hari dan menjadi "pemadam" kelaparan. Segelas es kelapa muda yang selalu menjadi pendamping, cukup mendinginkan cuaca panas Kota Pahlawan.

Satu porsi lontong balap yang umumnya dibanderol seharga Rp 15.000 berisi irisan lontong, tahu goreng, tauge rebus, lentho, serta kucuran kuah bening yang memiliki rasa manis.

Baca juga: Menguak Rahasia Kuah Pekat Rawon Subedo, Kuliner Khas Surabaya

Biar semakin sedap saat disantap, penjual lontong balap akan menambahkan taburan bawang goreng dan daun bawang.

Kemudian, untuk menambah selera pedas manis bisa menambahkan bumbu petis, sambal, dan kecap.

Beberapa penjual juga menawarkan telur rebus, kerupuk udang, dan sate kerang yang ditusuk kecil-kecil bisa dijadikan tambahan lauk.

“Yang bikin lontong balap menjadi khas itu dari lentho. Terbuat dari kacang polong yang sudah direndam semalam, lalu direbus dan ditumbuh dengan bumbu.”

Demikian kata dosen Tata Boga Universitas Negeri Surabaya, Niken Purwidiani, kepada Kompas.com, pada akhir pekan lalu. 

Nama lontong balap 

Kemaron lontong balap yang dahulu dipikul terasa berat menjadi asal-usul nama Lontong Balap KOMPAS.com/IZZATUN NAJIBAH Kemaron lontong balap yang dahulu dipikul terasa berat menjadi asal-usul nama Lontong Balap
Di balik rasanya yang enak dan mengenyangkan, lontong balap memiliki cerita menarik di dalamnya. Terutama alasan mengapa makanan ini disebut lontong balap.

Niken tak tahu pasti kapan lontong balap muncul pertama kali Surabaya, tetapi yang jelas makanan ini sudah ada sejak tahun 1913.

“Dari beberapa sumber menyebutkan makanan ini sudah ada sejak 1913,” ucap dia.

Umurnya yang sudah tua tapi masih memiliki banyak penikmat setia, wajar saja jika kuliner ini patut disebut legendaris.

Baca juga: Jejak Akulturasi Jawa dan Tionghoa dalam Kenyalnya Tahu Takwa Kediri

Tengoklah. Salah satu penjualnya yang berada di Jalan Kranggan dan Wonokromo pun sudah berjualan sejak puluhan tahun silam.

Lantas, mengapa kuliner ini disebut lontong balap?

Niken menyebut nama itu berasal dari rombong atau wadah kemaron yang dipikul penjualnya terasa berat sehingga harus berjalan cepat-cepat seperti sedang balapan.

“Asal-usulnya dari wadah kemaron yang seperti gentong dari bahan gabah atau tanah liat yang kalau dipikul itu berat.”

“Para penjual tersebut memikul dagangannya dengan setengah berlari, sehingga terlihat seperti berlomba-lomba dan terkesan saling balapan,” kata dia.

Lontong balap, kuliner legendaris khas Surabaya yang memiliki nama unik.KOMPAS.COM/IZZATUN NAJIBAH Lontong balap, kuliner legendaris khas Surabaya yang memiliki nama unik.

Meski begitu, untuk menemukan pedagang lontong balap yang masih berkeliling dengan cara memikul kemaron di era sekarang tentu sulit.

Sebab, kebanyakan mereka membuka di warung dengan kemaron yang sama sebagai meja atau wadah tempat menaruh kuah dan segala macam isiannya.

Penjualnya yang sudah memasuki usia tua mungkin menjadi salah satu faktornya. Tenaga mereka tak kuat lagi menahan beban di pundak.   

Hal itu dirasakan oleh salah satu penjual lontong balap di Jalan Kranggan, Kecamatan Sawahan, Kota Surabaya, bernama Bu Djupri.

Baca juga: Sirup Pokak, Minuman Rempah Khas Pasuruan

“Sekarang berat kalau dipikul, dah lama di sini (membuka warung). Kuahnya aja ini berkilo-kilo,” kata Bu Djupri.

Terlihat, kemaron milik Bu Djupri memang terlihat sangat berat. Berukuran sekitar 100x50 sentimeter dengan tinggi satu meter diisi oleh panci jumbo berisi kuah.

Belum lagi bahan-bahan lontong balap lainnya dan piring berbahan kaca yang menambah beban.

Perempuan yang berusia 65 tahun itu pun masih bersemangat menjalani hari-hari dengan berjualan lontong balap. Ketika sepi pelanggan, dia memilih menonton YouTube untuk menghilangkan kantuk.

Berjualan sejak tahun 1982, dia mengaku keempat anaknya masih enggan meneruskan usaha jualan lontong balap miliknya.

“Belum (keinginan anak meneruskan jualan lontong balap,” ucap Bu Djupri singkat. 

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau