Editor
KOMPAS.com - Gunung Kelud di Jawa Timur dikenal sebagai salah satu gunung api paling aktif di Indonesia yang memiliki tipe letusan eksplosif.
Lokasi Gunung Kelud secara administratif masuk wilayah Kabupaten Kediri, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Blitar.
Seperti namanya yang diambil dari bahasa daerah setempat yaitu “kelut” atau “kelud” yang berarti sapu, letusan gunung ini dipercaya bisa menyapu area yang ada di sekitarnya.
Baca juga: Musim Kemarau, Air Danau Kawah Gunung Kelud Menyusut 3 Meter
Dikutip dari laman Bappeda Jatim, sejarah letusan Gunung Kelud terlacak sejak tahun 1000, seperti termuat dalam buku Data Dasar Gunung Api Indonesia yang diterbitkan Kementerian Energi, Sumber Daya Alam, dan Mineral pada 2011.
Sementara, ciri letusan eksplosif dari aktivitas Gunung Kelud baru dikenali setidaknya sejak 1901.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Gunung Kelud Meletus, Hujan Abu Lumpuhkan Jawa
Uniknya, di gunung ini terdapat jejak usaha manusia untuk meminimalisir dampak bencana yang ternyata telah dilakukan sejak masa pemerintah kolonial.
Bentuk mitigasi bencana letusan Gunung Kelud ini dapat ditemukan pada bangunan terowongan yang ada pada area kawah.
Keberadaan terowongan ini juga sangat terkait dengan ciri khas Gunung Kelud pada masa lalu, yaitu pesona danau kawahnya.
Baca juga: Kembali Terbentuk Setelah Letusan 2014, Ini Luas Danau Kawah Gunung Kelud Sekarang
Menilik catatan sejarah, Gunung Kelud pernah mengalami letusan besar yang menyebabkan jatuhnya ribuan korban jiwa.
Dikutip dari laman Kemendikbud, salah satu letusan besar yang pernah terjadi yaitu pada 19 dan 20 Mei 1919.
Saat itu letusan Gunung Kelud tidak hanya menewaskan 5.160 orang, namun juga merusak 104 desa, 9.000 rumah, dan 135 kilometer persegi lahan subur, serta menyebabkan 1.571 hewan peliharaan mati.
Saat itu, korban jiwa yang jatuh sangat besar walau sudah dilakukan beberapa upaya untuk meminimalisir dampak bencana.
Diketahui, sebelumnya pada 1905, pemerintah kolonial sudah membangun dam di sekitar Kali Badak untuk mengubah arah aliran lahar.
Kemudian pada tahun 1907, dibangun pula saluran untuk mengurangi volume air di danau kawah. Sayangnya saluran ini masih belum bisa mengurangi volume air yang ada secara signifikan.
Pembangunan terowongan mitigasi Gunung Kelud memang sangat terkait dengan kejadian letusan pada 1919.
Terowongan pengendali air di danau kawah Gunung Kelud merupakan bagian dari upaya rehabilitasi dan menjadi salah satu langkah mitigasi struktural setelah kejadian bencana tersebut.
Fungsi terowongan ini adalah untuk menjaga volume air dengan cara mengalirkan air dari dalam danau kawah menuju sungai-sungai yang berhulu di puncak Kelud.
Pembangunan terowongan ini dilakukan setelah melihat bencana letusan yang pernah terjadi sebelumnya.
Pada kejadian letusan tahun 1915, danau kawah Kelud memiliki volume air sebesar 1,8 juta meter kubik yang membuat lahar dapat meluncur sejauh 6,5 kilometer, serta memakan tujuh korban jiwa.
Sementara pada letusan tahun 1919, danau kawah Kelud memiliki volume air sebesar 40 juta meter kubik yang membuat lahar dapat meluncur sejauh 37,5 kilometer dan memakan 5.000 lebih korban jiwa.
Sehingga diketahui bahwa semakin besar volume air di kawah Gunung Kelud dapat membuat jarak luncuran lahar ketika terjadi letusan akan semakin jauh.
Pembangunan terowongan pun dilakukan untuk mengurangi volume air danau kawah dengan tujuan mengurangi dampak letusan di masa mendatang.
Petugas PVMBG memasang Hobo, alat pengukur temperatur air danau kawah Gunung Kelud, Jawa Timur, pada medio September 2023..Sebelum terowongan ini dibangun, pemerintah kolonial sempat membentuk Vulkaan Bewaking Dienst (Dinas Penjagaan Gunung Api) pada 16 September 1920.
Tujuan utama Vulkaan Bewaking Dienst yang kemudian pada 1922 diubah namanya menjadi Volcanologische Onderzoek (VO) adalah untuk melakukan pengamatan serta memberikan informasi kepada pemerintah dan penduduk yang berada di sekitar gunung berapi jika muncul tanda-tanda letusan.
Vulkaan Bewaking Dienst langsung bergerak dengan membangun terowongan di sekitar Kelud untuk mengalirkan volume air yang ada di kawah Gunung Kelud ke arah Kali Badak.
Pembangunan terowongan yang dipimpin oleh Von Steiger dimulai pada 1920 dengan menggali kedua dinding di sisi kawah saat kondisi air sedang kering.
Namun, pengerjaan pembangunan terowongan sempat terhenti pada 1923 karena runtuhnya terowongan yang mengakibatkan beberapa pekerja tewas.
Di tahun yang sama, pembuat terowongan kemudian dilanjutkan oleh H. Tromp dengan menambahkan pipa penyedot agar mempercepat penyedotan air kawah.
Terowongan sepanjang 955 meter ini yang kemudian selesai dibangun pada 1926.
Diketahui ada tujuh terowongan berlapis dengan level ketinggian berbeda yang dibangun oleh pemerintah kolonial pada masa itu.
Terowongan itu sempat tertutup material vulkanik ketika terjadi letusan pada 1966, meski sebelumnya sempat terhindar dari kerusakan akibat letusan pada 1951.
Hingga saat ini, terowongan mitigasi Gunung Kelud yang yang dibuat pemerintah kolonial pada 1926 masih dapat berfungsi.
Salah satunya adalah sebuah terowongan sepanjang 200 meter yang dikenal masyarakat dengan nama Terowongan Ganesha atau Inlet Ganesha.
Kondisi kawah Gunung Kelud di perbatasan Kabupaten Kediri, Malang, dan Blitar, Jawa Timur, saat dilihat dari bibir Terowongan Ganesha yang ada di puncak gunung. Kawah Kelud sendiri kini terisi air setelah mengalami erupsi pada Februari 2014 lalu. Selanjutnya setelah kejadian letusan pada 1966, pemerintah Indonesia juga membangun terowongan baru yang berlokasi 45 meter di bawah terowongan lama.
Terowongan baru ini rampung dibangun pada 1967 dan diberi nama Terowongan Ampera.
Fungsi Terowongan Ampera adalah untuk menjaga volume air di danau kawah Gunung Kelud agar tidak lebih dari 2,5 juta meter kubik.
Terowongan Ampera juga tidak luput dari dampak letusan Gunung Kelud pada 1990 yang saat itu berlangsung selama 45 hari.
Letusan pada 1990 diketahui telah melontarkan sebanyak 57,3 juta meter kubik material vulkanik, dengan lahar dingin yang mengalir hingga 24 kilometer melewati 11 sungai yang berhulu di ini.
Terowongan Ampera yang sempat tersumbat kemudian direvitalisasi dan baru selesai pada 1994.
Kondisi danau kawah Gunung Kelud, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Rabu (14/2/2024).Pasca letusan efusif yang terjadi pada 2007, danau kawah di Gunung Kelud sempat surut dan nyaris kering karena hanya menyisakan genangan saja.
Ciri khas danau kawah pun menghilang dan digantikan dengan kemunculan kubah lava yang muncul di tengah danau kawah.
Kemudian pada letusan eksplosif di tahun 2014, kubah yang menyumbat jalur keluarnya lava hancur dan membuat kawah menjadi kering.
Namun tidak menutup kemungkinan akan terbentuk danau kawah kembali setelah beberapa tahun.
Sementara itu, keberadaan terowongan mitigasi Gunung Kelud tidak kemudian langsung dilupakan begitu saja.
Salah satunya Terowongan Ganesha yang kini masih digunakan sebagai akses wisatawan untuk menuju area kawah Gunung Kelud.
Sumber:
bappeda.jatimprov.go.id
kebudayaan.kemdikbud.go.id
antarafoto.com
https://lib.ui.ac.id
Kompas.com (Palupi Annisa Auliani, Mela Arnani, Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas)