LUMAJANG, KOMPAS.com - Para petani jagung di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, mulai beralih menanam tembakau akibat serangan hama tikus yang semakin menyebar.
Ketua Kelompok Tani Gonojoyo Khozin mengatakan, para anggotanya terpaksa berpindah ke tanaman tembakau, lantaran sudah putus asa untuk menanam jagung yang selalu rusak dimakan tikus.
Sedangkan, untuk menanam tanaman lain seperti palawija dan sayuran, para petani mengaku, di desa lain sudah banyak yang menerapkan hal serupa, tapi tetap habis diserang tikus.
Baca juga: Serangan Hama Tikus Bikin Petani di Lumajang Hanya Bisa Jual Daun Jagung
"Ini coba-coba tanam tembakau, kalau palawija banyak yang nyoba tapi tetap habis, makanya kita pindah ke tembakau nyoba, semoga aman (dari serangan tikus)," kata Khozin melalui sambungan telepon, Jumat (2/8/2024).
Perihal hasil panennya nanti, kata Khozin, para petani sejatinya belum mengetahui pasti akan mendapat hasil seberapa besar jika panen nanti.
Namun, petani berharap, tanaman tembakaunya tidak diserang tikus dan bisa bertahan sampai panen.
"Sebenarnya kita juga belum tahu tanam tembakau ini hasilnya gimana, karena ini pertama, harapannya semoga bisa sampai panen," tambah dia.
Sementara, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Kabupaten Lumajang Dwi Wahyono mengatakan, saat ini sudah ada sekitar 20 persen lahan pertanian jagung yang sudah berubah menjadi tanaman tembakau.
Artinya, setidaknya ada 10 hektar dari total 50 hektar lahan pertanian jagung yang rusak akibat serangan hama tikus sudah berubah menjadi tanaman tembakau.
Baca juga: 300 Hektare Lahan Pertanian di Lumajang Diserang Hama Tikus
"Ini karena serangan tikus merajalela, sekitar 20 persen peralihan dari petani jagung ke tembakau," kata Dwi di Lumajang, Rabu (31/7/2024).
Dwi menambahkan, perubahan yang mendadak ini sebenarnya juga membuat para petani bertaruh.
Sebab, kebanyakan petani tembakau merupakan mitra perusahaan. Sedangkan, petani tembakau dadakan ini belum menjadi mitra.
Sehingga, hasil panennya pun tidak bisa serta merta dijual seperti petani yang sudah bermitra dengan perusahaan.
Kondisi petani tembakau dadakan ini semakin sulit, lantaran mereka tidak punya infrastruktur yang memadai untuk mengolah tembakau sebelum dijual.
Baca juga: Mitos Hama Tikus Rugikan Petani Lebong Bengkulu Bertahun-tahun
Infrastruktur yang dimaksud berupa gudang dan alat untuk mengeringkan tembakau. Alhasil, mereka terpaksa harus menjual tembakau dalam kondisi basah.
"Mereka (petani tembakau dadakan) harus dibantu pemasaran karena petani peralihan ini tak punya infrastruktur yang memadai jadi harus dijual basah," sebut dia.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang