SURABAYA, KOMPAS.com - Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menaksir nilai kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi proyek kereta api PT INKA Madiun di negeri Kongo mencapai lebih dari Rp 28 miliar.
Namun angka pastinya masih menunggu hasil penghitungan Badan Pemeriksa Keuangan Pembangunan (BPKP).
"Dari beberapa rangkaian, ada uang keluar yang tidak sesuai peruntukan sekitar Rp 28 miliar," kata Asisten Pidana Khusus Kejati Jatim Saiful Bahri Siregar saat ekspose progres perkara di kantor Kejati Jatim, Senin (22/7/2024).
Baca juga: Kantor PT INKA Madiun Digeledah Kejati Jatim, 400 Dokumen Disita
Namun, angka tersebut tidak dijadikan patokan resmi, karena yang berhak menghitung resmi kerugian negara adalah BPKP.
"Apa angka itu bisa disebut kerugian negara, nanti menunggu BPKP," jelasnya.
Baca juga: Kejati Jatim Geledah PT INKA Terkait Dugaan Korupsi Proyek KA Rp 167 T di Kongo, 400 Dokumen Disita
Sementara itu, sampai saat ini timnya terus bergerak melengkapi alat bukti kasus tersebut. Beberapa waktu lalu, penyidik melakukan penggeledahan di kantor PT INKA di Madiun dan menyita 400 berkas diduga terkait dengan kasus yang sedang didalami.
"2 pekan ini kami fokus melengkapi alat bukti," terangnya.
Seperti diketahui, penanganan kasus dugaan korupsi di perusahaan pelat merah itu sudah dinaikkan dari penyelidikan ke penyidikan sejak 6 Juni 2024 berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Nomor : Print – 769/M.5/Fd.2/06/2024.
Secara umum, kontruksi kasus yang sedang disidik tersebut yakni PT. INKA dan afiliasinya pada awal tahun 2020 berencana untuk mengerjakan Engineering Procurement and Construction (EPC) proyek transportasi dan prasarana kereta api di Democratic Republic of Congo (DRC) atau Republik Kongo dengan difasilitasi perusahaan asing.
Perusahaan asing selaku fasilitator tersebut kemudian menyampaikan kebutuhan pengerjaan proyek lain sebagai sarana pendukung agar proyek transportasi dan prasarana kereta api tersebut dapat berjalan yaitu berupa penyediaan energi listrik di Kinshasa DRC.
PT. IMST yang merupakan bagian afiliasi PT. INKA bersama dengan perusahaan bernama TSG Utama yang diduga masih terdapat kaitan dengan perusahaan lain sebagai fasilitator, membentuk perusahaan patungan di Singapura dengan nama JV TSG Infrastructure, dengan tujuan mengerjakan penyediaan energi listrik.
PT. INKA memberikan sejumlah dana talangan kepada JV TSG Infrastructure tanpa jaminan.
"Bahwa diduga terjadi perbuatan melawan hukum dalam pemberian dana talangan tersebut yang merugikan keuangan negara. Kerugian negara dimaksud saat ini masih dilakukan proses penghitungan di BPKP Perwakilan Jawa Timur," ujar Kepala Seksi Penyidikan Pidana Khusus (Pidsus), M. Harris.
Untuk melengkapi kontruksi kasus, penyidik hingga saat ini telah memeriksa 18 saksi, baik dari INKA dan afiliasinya, dari perusahaan TSG Infrastructur serta pihak terkait lainnya.
Informasi yang dihimpun, proyek yang dibangun PT. INKA (Persero) di Kongo senilai US$ 11 miliar untuk beberapa fase. INKA akan menjadi project developer untuk perkeretaapian dan intermoda di Kongo. INKA menyuplai lokomotif, gerbong barang, KRDE (Kereta Rel Diesel Elektrik), dan KRL (Kereta Rel Listrik). Selain sarana transportasi, INKA juga disebut ambil andil dalam proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berkapasitas 200 Mega Watt peak (MWp) di Kinshasa, Kongo.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang