Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Pelajar di Ngawi 6 Bulan Terbaring Usai Tertabrak Truk, Kesulitan Biaya Pengobatan

Kompas.com, 25 Juni 2024, 14:11 WIB
Sukoco,
Pythag Kurniati

Tim Redaksi

NGAWI, KOMPAS.com – Tubuh Retno Arum Wulan Safitri (16) siswi Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 2 Ngawi, Jawa Timur terbaring di atas dipan kayu dengan kasur tipis di rumahnya Desa Ngawi, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.

Kaki kanan Retno tampak menghitam sebatas paha. Terlihat pula perban membalut kakinya.

"Kulit paha yang kiri diambil untuk dicangkok pada kaki yang kiri," ujar Retno saat ditemui di rumahnya, Selasa (25/6/2024).

Baca juga: Sering Terjadi Kecelakaan, Warga Desak Pemerintah Perbaiki Jalan Kendawangan-Ketapang

Sesekali Retno terlihat meringis, menahan rasa ngilu dan panas.

"Kadang terasa panas, kadang terasa ngilu di kaki yang kiri," imbuh dia.

Tertabrak truk

Retno mengaku sudah enam bulan terakhir hanya bisa terbaring menunggu proses penyembuhan kakinya akibat terlindas truk pengangkut aspal.

Dia mengaku masih ingat betul peristiwa tersebut berawal saat dirinya akan mendahului truk pengangkut aspal di jalan raya Ngawi-Cepu menuju sekolahnya di SMKN 2 Ngawi untuk latihan ketoprak pada 28 Desember 2023.

Baca juga: Dua Motor Tabrakan di Ngawi, Dua Pengendara Tewas

"Truk itu di depan saya tapi jalannya pelan di tengah jalan. Saya takut mau nyalip dari kanan, akhirnya saya lihat ada celah di kiri jalan, saya berusaha nyalip tiba-tiba saya tidak ingat karena pingsan," katanya.

Saat tersadar, Retno mengaku sudah dalam kondisi dipangku oleh salah satu tetangganya. Ketika itu kakinya terasa sangat sakit.

"Saya sadar sudah di pelukan tetangga saya, saya hanya merasakan kaki saya sakit, setelah itu pingsan lagi," katanya.

Baca juga: RUP di Bumper Belakang Truk Bisa Turunkan Fatalitas Kecelakaan

Pengobatan

Kondisi Retno Arum Wulan Safitri yang hanya bisa tergolek lemah di atas ranjang bambu dirumahnya selama 6 bulan.KOMPAS.COM/SUKOCO Kondisi Retno Arum Wulan Safitri yang hanya bisa tergolek lemah di atas ranjang bambu dirumahnya selama 6 bulan.

Retno dibawa ke Rumah Sakit Widodo Ngawi dengan kondisi kaki cukup parah.

"Saat di RS Widodo mau dioperasi tapi dari diagnosis ada pergeseran jantung, katanya sudah sejak saya kecil, sehingga diminta dirujuk ke RS Moewardi Solo," ceritanya.

Tepat pada pergantian tahun baru 2024, Retno mengaku dirujuk ke RS Moewardi Solo. Dari hasil diagnosis dokter, katanya, bagian kaki Retno patah, remuk dan mengalami infeksi.

"Sempat disarankan jari kaki untuk diamputasi, tapi saya tidak mau. Saya dua minggu dirawat di RS Moewardi Solo untuk pembersihan  kulit dari infeksi dan pembersihan tulang," ujarnya.

Baca juga: Tabrakan Beruntun 4 Mobil di Exit Tol Soroja, Polisi: Pengendara Mitsubishi Colt Hilang Kendali

Kesulitan biaya

Retno juga harus menjalani operasi pencangkokan kulit untuk mempercepat  penyembuhan.

Selama dua bulan, Retno mengaku mendapatkan bantuan biaya dari sejumlah orang.

"Warga banyak yang donasi, kalau pengobatannya pakai BPJS tapi untuk biaya makan , menginap di Solo dan biaya transportasi dari donasi warga itu," katanya.

Menurut Retno, sang sopir truk tak mampu membantu pembiayaan pengobatannya karena mengaku dari keluarga yang tak mampu.

Dia hanya mampu membiayai perbaikan sepeda motor yang rusak saat ditabrak.

"Katanya sopir orang yang tidak mampu, hanya bisa membiayai perbaikan motor. Selama ini untuk biaya makan dan transport untuk pengobatan ke Solo dari donasi," terangnya.

Baca juga: Tabrakan Beruntun Elf dan 2 Truk di Jember, 1 Orang Luka Parah, 7 Terluka

Dia mengaku keluarganya tak lagi mampu membiayai pengobatan ke RS Moewardi Solo.

"Jadwal ke Solo harusnya kemarin setiap Hari Senin, tapi rencananya besok mau ke RS Widodo minta kontrolnya dipindah di situ karena biaya untuk menginap dan makan di Solo juga lumayan, bapak hanya kerja serabutan di Samsat Gendingan," ucapnya.

Sebelumnya Retno mengaku pengajuan pondok kontrol ke RS Widodo Ngawi sempat ditolak karena tidak ada dokter bedah plastik di Ngawi.

Meski demikian Retno mengaku pasrah jika upaya pengobatannya terkendala biaya.

"Minta pindah rujuk ke Ngawi sebelumnya ditolak karena di Ngawi tidak ada dokter bedah plastik. Kita mintanya yang paling dekat biar tidak keluar biaya untuk makan atau menginap," jelasnya.

Retno yang gemar menari tetap optimistis suatu hari nanti dia akan bisa kembali menggeluti kegiatan yang disenanginya.

Apalagi, Retno juga aktif sebagai pengurus kegiatan Pramuka, kegiatan OSIS dan PMR.

"Saya suka menari, main ketoprak, kegiatan OSIS, Pramuka dan PMR suka juga. Harapannya semoga bisa lekas sembuh agar saya bisa menari lagi" pungkasnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Bus Pariwisata di Banyuwangi Ditahan Preman karena Tak Bayar 'Uang Pengawalan', Penyandera Ditangkap
Bus Pariwisata di Banyuwangi Ditahan Preman karena Tak Bayar "Uang Pengawalan", Penyandera Ditangkap
Surabaya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau