Menurut Windy, penyebab mulai direduksinya keaslian Tari Topeng Kaliwungu karena penari sekarang mengalami kesulitan mempelajari gerakan tersebut.
"Ada beberapa gerakan inti yang disederhanakan, padahal itu adalah identitas Tari Topeng Kaliwungu dengan tari topeng yang lain. Penghilangan ini akhirnya diikuti kelompok atau sanggar tari yang lain, padahal yang dihilangkan ini sudah terdaftar di WBTB," jelasnya.
Untuk menjaga keaslian dan estetika Tari Topeng Kaliwungu, Windy mengaku sudah meminta Dinas Pendidikan Kabupaten Lumajang untuk melakukan pembinaan kepada sanggar tari.
"Kalau saya langsung yang bilang ke teman-teman sanggar mungkin ada beberapa akan menerima saran dari saya, tapi tidak menutup kemungkinan malah sebaliknya, lebih baik dinas melakukan pembinaan," terangnya.
Baca juga: Kronologi Minibus Rombongan Peziarah Tabrak Truk Parkir di Lumajang, Sopir Mengantuk
Jumlah penari muda dalam roda regenerasi Tari Topeng Kaliwungu terus bertambah.
Apalagi, saat ini, Tari Topeng Kaliwungu telah menjadi ekstrakurikuler yang wajib ada di sekolah mulai jenjang Taman Kanak-kanak (TK) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA).
"Kalau jumlahnya sekarang lebih dari 1.000 penari, regenerasinya banyak mulai TK sampai SMA ada," ucap Windy.
Masalahnya, tidak banyak penari ini yang menjadikannya kegiatan menari sebagai profesi. Rata-rata, mereka menganggapnya sebatas hobi. Sehingga tidak heran jika para penari memilih pensiun dini saat usianya masih 25 tahun.
Ada yang masih bergerak di bidang tari sebagai pelatih, banyak juga yang banting setir ke profesi lainnya diluar tari.
Padahal, kata Windy, usia 25 tahun merupakan usia emas untuk menggeluti dunia tari.
Lagi-lagi, jaminan kesejahteraan bagi para pelaku kesenian menjadi masalah. Apalagi saat ini tidak banyak kegiatan yang menggunakan Tari Topeng Kaliwungu sebagai salah satu pertunjukan.
Akibatnya, para penari muda akhirnya beranggapan pelaku seni tidak mempunyai masa depan yang cerah.
"Masalah kita sekarang tidak ada penari kita yang berusia diatas 25 tahun, kalau pun ada, dia tidak lagi menari tapi menjadi pelatih karena menganggap dirinya sudah tua untuk menari dan alasan lain seperti pendapatan. Padahal kalau di kota besar itu usia segitu baru memasuki masa emas," ungkapnya.
Baca juga: Bentuk Pertunjukan Gerak Tari Wayang Orang
Menurut Windy, salah satu penunjang kelestarian kesenian tradisional yakni dengan maraknya event atau pertunjukan untuk tampil.
Sayang, pertunjukan yang bisa menjadi penyalur bakat para penari Topeng Kaliwungu ini jarang diadakan.
Pemerintah Kabupaten Lumajang hanya menyediakan beberapa kegiatan dalam satu tahun untuk mewadahi potensi para penari yakni Segoro Topeng Kaliwungu
Kesempatan lain untuk tampil mungkin hanya pada saat peringatan Hari Jadi Lumajang (Harjalu). Selebihnya, bisa dikatakan tidak ada pertunjukan yang bisa mewadahi ribuan penari ini.
Alhasil, para pelestari kesenian ini kerap membuat kegiatan secara mandiri. Tidak jarang, mereka minus pendanaan, bahkan sampai menggunakan dana pribadi dengan berbagai cara
"Minus dana sering, yang sampai menggunakan dana pribadi dan tambal sulam juga ada, tapi ya bagaimana lagi demi menjaga semangat para penari dan Tari Topeng Kaliwungu tetap lestari," pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang