Selanjutnya, aksesori action figure atau IP yang dibuat dicetak untuk diperbanyak menggunakan resin atau fiber glass.
"Kemudian ada proses develope-nya, seperti menghaluskan dengan cara mengamplas, juga painting (pewarnaan). Sebelum ada printer 3 D, awalnya saya manual (menggunakan teknik clay)," katanya.
Baca juga: Reza Arap Pernah Habiskan Rp 80 Juta untuk Action Figure Naruto
Saat ini, Mikhael bisa membuat action figure atau IP rata-rata sekitar 50 unit dalam satu bulan. Kondisi ini cenderung menurun sejak adanya pandemi Covid-19.
"Dulu di tahun 2017, 2018, 2019 itu setiap bulan sekitar 100 piece, produksi massal. Sewaktu ada Covid-19, menurun sekitar 70 piece, pasca Covid-nya, jadi 30-35 unit. Ini di tahun 2024 mulai membaik lagi," katanya.
Kecintaannya terhadap action figure tidak lepas dari hobinya sewaktu kecil membaca komik DC dan Kapten Amerika. Dia juga senang menggambar tokoh-tokoh yang dibacanya.
Sebagai anak dari keluarga kurang mampu, Mikhael kecil tidak bisa memenuhi keinginannya memiliki mainan action figure.
"Sejak kecil saya tidak pernah membeli mainan karena tidak punya uang. Kemudian saya pikir, kenapa tidak membuat mainan dari karakter komik," katanya.
Dia pun mengakui saat ini di Kota Malang belum ada dukungan ruang bagi perajin seni rupa seperti dirinya.
Baca juga: Action Figure Red Light, Green Light Squid Game Cuma 456 Buah, Mau?
Mikhael berharap pemerintah bisa jeli membuka ruang seperti mengadakan pameran seni rupa yang tergolong mainan dan hobi.
"Kalau boleh saran, misal di Kayutangan itu ada ruang untuk teman-teman seni seperti ini, karena kan bisa dilihat banyak orang, yang datang juga bukan warga Malang saja, jadi itu bisa menjadi kesempatan besar bagi kami," katanya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang