SURABAYA, KOMPAS.com- Demonstran mengepung Kantor Gubernur Jawa Timur (Jatim), saat Hari Buruh Internasional atau May Day, Rabu (1/5/2024).
Polisi memutuskan untuk menutup akses Jalan Pahlawan.
Berdasarkan pantauan Kompas.com, massa buruh menggunakan ratusan sepeda motor dan puluhan mobil komando, tampak sudah tiba di Kantor Gubernur Jatim, sejak 15.30 WIB.
Baca juga: Gelar Aksi May Day, Buruh di Brebes Keluhkan Besaran Gaji sampai Lampu Jalan
Demonstran terlihat membawa sejumlah bendera yang bertuliskan serikat pekerja, seperti Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) dan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI).
Kemudian, massa mulai memadati panggung yang berada di depan Kantor Gubernur Jatim. Mereka pun merapatkan barisan dan mulai melakukan orasi di lokasi tersebut.
"Hari ini kita sudah merasakan betapa sulitnya untuk kenaikan upah. Maka kesempatan May Day ini kita gaungkan tolak upah murah, kita tuntut kenaikan upah ke Pemprov Jatim" kata orator di atas mobil komando.
Sementara itu, aparat kepolisian tampak sudah mulai mengatur arus lalu lintas di Jalan Kramat Gantung. Mereka menutup akses dari Jalan Pasar Besar Wetan agar tidak masuk ke Jalan Pahlawan.
Selain itu, sejumlah polisi juga terlihat bersiaga di sekitar perempatan Jalan Veteran yang akan menuju ke Jalan Pahlawan. Kendaraan pun langsung diarahkan agar melintasi Jalan Kebon Rojo.
Baca juga: Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak
Mengenai hal tersebut, KBO Satlantas Polrestabes Surabaya AKP Satriyono mengatakan, pihaknya sengaja melakukan pengalihan arus. Sebab, area Kantor Gubernur Jatim dijadikan titik aksi.
"Mulai penutupan sedikit-sedikit sejak pagi tadi, sekitar pukul 06.30 WIB. Tapi sekarang ditutup total, dilakukan rekayasa arus lalin (lalu lintas) sampai buruh selesai aksi," kata Satriyono.
Diberitakan sebelumnya, Ketua DPW Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Jatim, Jazuli meminta pemerintah memberi jaminan kesehatan. Salah satunya membentuk dengan Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS).
"Adanya BPRS diharapka dapat menyelesaiakan persoalan buruknya layanan rumah sakit khususnya terhadap pasien peserta BPJS Kesehatan," kata Jazuli.
Selain itu, buruh juga meminta agar pemerintah menyisikan sebagian Angaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), untuk membayar iuran BPJS milik buruh yang tidak mampu atau miskin.
Baca juga: Tengah Kota Surabaya Macet, Ratusan Buruh Berhenti di Tunjungan Plaza Saat Aksi May Day
Jazuli mengungkapkan, pembayaran iuran BPJS Kesehatan para buruh merupakan tanggung jawab tempat kerja. Namun, beberapa perusahaan masih ada yang tak memenuhinya.
"Jadi (pemerintah harusnya) tetap memberikan penjaminan layanan kesehatan bagi buruh, yang pengusahanya lalai tidak membayar iuran BPJS Kesehatan," ujarnya.
"(Lalu) beri sanksi administratif tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu bagi pengusaha yang tidak mendaftarkan buruhnya BPJS Kesehatan dan atau BPJS Ketenagakerjaan," tambahnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang