Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Painah Perajin Lempeng Beras di Magetan, Tetap Produksi Saat Harga Beras Mahal demi Menghidupi Pekerja

Kompas.com - 01/04/2024, 10:56 WIB
Sukoco,
Aloysius Gonsaga AE

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Painah memperhatikan kepulan uap dari beras yang ditanak di atas tungku yang dibakar dengan kayu.

Kemudian, tangannya mencolek nasi yang mengepulkan uap dan merasakan kekenyalannya.

Lalu, wanita 55 tahun ini mengambil centong kayu dan mulai memindahkan 25 kilogram nasi yang sudah masak ke cetakan kayu berbentuk kotak ukuran 1 meter X 50 centimeter.

“Sudah waktunya dicetak, nyetaknya harus panas-panas begini agar bisa mendapatkan kepadatan yang pas untuk menghasilkan lempeng yang bisa mengembang saat digoreng,” ujar Painah, Minggu (31/3/2024).

Baca juga: Kisah Ekky, Anak Muda Pengrajin Wayang Kulit yang Eksis di Kota Semarang

Painah seorang perajin lempeng beras. Ia tinggal di Jl Letjen Sutoyo, Kampug Banjar Mlati, Desa Sukowinangun, Kecamatan Magetan, Kabupaten Magetan, Jawa Timur.

Sebenarnya, Painah mengalami kerugian sejak harga beras sedang tinggi. Hal itu sudah dirasakan sejak awal 2023.

Kala itu, harga beras berada di kisaran Rp 8.900. Pelan tapi pasti, harga terus naik dan sempat mencapai Rp 16.000 per kilogram pada dua bulan terakhir.

Kemudian, harga turun sekitar Rp 14.000 dan saat ini Rp 12.000.

Penurunan harga itu tak memberikan dampak signifikan. Painah mengaku belum bisa memulihkan modal penjualannya.

Painah (55) pengrajin lempeng beras di Jl Letjen Sutoyo, Kampug Banjar Mlati, Desa Sukowinangun, Kecamatan Magetan, yang memilih tetap produksi meski merugi karena ada 14 pekerja dan penjual keliling yang bergantung hidup dari menjual lempeng buatannya.KOMPAS.COM/SUKOCO Painah (55) pengrajin lempeng beras di Jl Letjen Sutoyo, Kampug Banjar Mlati, Desa Sukowinangun, Kecamatan Magetan, yang memilih tetap produksi meski merugi karena ada 14 pekerja dan penjual keliling yang bergantung hidup dari menjual lempeng buatannya.

Namun, ia tak mau berhenti. Painah rela rugi demi nasib para pekerja dan juga pedagang yang mengandalkan produksinya.

“Kalau terlalu mahal kita nombok. Nomboknya untuk menjaga pedagang dan pembeli agar tidak lari nanti." 

"Kalau kita tidak buat lempeng ada 14 pedagang yang nanti tidak jualan, kasihan mereka,” imbuhnya.

Tetap membuat lempeng meski beras mahal

Dalam satu hari, Painah mengaku bisa menanak beras bahan lempeng seberat 55 kilogram. Itu ia masak dua kali.

Meski merugi, Painah tidak berani menaikkan harga lempengnya. Dia tetap menjual Rp 25.000 untuk 150 biji lempeng.

“Harga itu sudah setahun lalu, kita mau naikkan Rp 1.000 saja susahnya minta ampun. Padahal beras naiknya sampai Rp 7.000,” katanya.

Painah berani mengambil risiko merugi karena dia menyadari konsekuensi sebagai produsen lempeng.

Baca juga: Terpuruk Selama 2 Tahun akibat Pandemi, Pengrajin Kostum Karnaval di Malang Mulai Kebanjiran Pesanan

Dia mengaku akan ada masanya beras turun dan waktunya dia mendapatkan keuntungan lebih.

"Tahun 2004, harga beras untuk bahan lempeng cuma Rp 2.000. Makanya saya berani buka usaha sendiri karena sebelumnya kerja sama tetangga."

"Untungnya ya bisa menyekolahkan dan menguliahkan 2 anak saya. Sekarang 1 sudah sarjana 1 masih SMA,” jelasnya.

Pada Bulan Ramadhan, dia mengaku ada peningkatan permintaan lempeng, Meski demikian, Painah tak bisa menaikkan harga.

Ia tetap bersyukur karena dengan banyaknya pembeli kerugian yang dia alami tak seberapa banyak.

“Lebih banyak kembali modal, tapi di bulan Ramadhan saya bisa menjual lebih mahal Rp 5.000 kepada pembeli."

"Kalau pedagang tetap 150 biji harganya Rp 25.000 kalau pembeli ke sini saya jual Rp 30.000. Lumayan ramai bulan puasa,” ucapnya.

Lempeng beras yang diproduksi Painah. Wanita 55 tahun ini adalah pengrajin lempeng beras di Jl Letjen Sutoyo, Kampug Banjar Mlati, Desa Sukowinangun, Kecamatan Magetan, yang memilih tetap produksi meski merugi karena ada 14 pekerja dan penjual keliling yang bergantung hidup dari menjual lempeng buatannya.KOMPAS.COM/SUKOCO Lempeng beras yang diproduksi Painah. Wanita 55 tahun ini adalah pengrajin lempeng beras di Jl Letjen Sutoyo, Kampug Banjar Mlati, Desa Sukowinangun, Kecamatan Magetan, yang memilih tetap produksi meski merugi karena ada 14 pekerja dan penjual keliling yang bergantung hidup dari menjual lempeng buatannya.

Gantungan hidup pekerja

Selain harga beras mahal, kebutuhan kayu bakar selama Bulan Ramadhan juga naik. Biasanya dia membayar Rp 400.000 untuk satu pikap tetapi kini harus mengeluarkan Rp 500.000.

“Ini cuacanya sering hujan jadi lempeng harus dioven dengan kayu bakar. Kalau tidak begitu, tidak bisa digoreng. Kebutuhan kayu bajar akhir-akhir ini juga naik,” katanya.

Sayangnya tidak ada bantuan bagi pengraijn lempeng di Magetan untuk bisa mendapatkan beras bahan lempeng yang lebih murah.

Meski demikian, Painah mengaku masih akan menggeluti pekerjananya sebagai pembuat lempeng pada usianya yang kian senja.

“Tetap akan membuat lempeng nanti meski saat ini sulit, Semoga harga beras segera turun."

"Karena dari pekerjaan ini masih ada yang menggantungkan hidup baik untuk pekerja maupun pedagang keliling yang mengambil lempeng di sini."

"Mereka juga butuh penghidupan apalagi tak lama lagi Lebaran,” pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dua Pejabat di DPRD Madiun Diperiksa terkait Kasus Korupsi Dana Aspirasi Rp 1,5 Miliar

Dua Pejabat di DPRD Madiun Diperiksa terkait Kasus Korupsi Dana Aspirasi Rp 1,5 Miliar

Surabaya
Pria di Pasuruan Protes Kehilangan 2 Testis Usai Operasi Prostat, RS Klaim Sesuai Prosedur

Pria di Pasuruan Protes Kehilangan 2 Testis Usai Operasi Prostat, RS Klaim Sesuai Prosedur

Surabaya
Satu Pasangan Jalur Independen Bakal Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Malang Tak Lolos Verifikasi

Satu Pasangan Jalur Independen Bakal Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Malang Tak Lolos Verifikasi

Surabaya
Kisah Wanita Kuli Panggul di Pasar Surabaya Bisa Berangkat Haji

Kisah Wanita Kuli Panggul di Pasar Surabaya Bisa Berangkat Haji

Surabaya
Wali Kota Eri Cahyadi Kembali Tegaskan Larangan Sekolah di Surabaya Study Tour ke Luar Daerah

Wali Kota Eri Cahyadi Kembali Tegaskan Larangan Sekolah di Surabaya Study Tour ke Luar Daerah

Surabaya
Sepeda Motor di Banyuwangi Terbakar setelah 'Ngangsu' BBM

Sepeda Motor di Banyuwangi Terbakar setelah "Ngangsu" BBM

Surabaya
Pemprov Jatim soal Pengosongan Rusunawa Gunungsari Surabaya: Penghuni Tak Mau Bayar Sewa

Pemprov Jatim soal Pengosongan Rusunawa Gunungsari Surabaya: Penghuni Tak Mau Bayar Sewa

Surabaya
Diusir dari Rusunawa Gunungsari Surabaya, Warga Terancam Tak Punya Tempat Tinggal

Diusir dari Rusunawa Gunungsari Surabaya, Warga Terancam Tak Punya Tempat Tinggal

Surabaya
Rumah Warga Trenggalek Ditaburi Kotoran Kambing, Bhabinkamtibmas Turun Tangan

Rumah Warga Trenggalek Ditaburi Kotoran Kambing, Bhabinkamtibmas Turun Tangan

Surabaya
Pantai Ngalur di Tulungagung: Daya Tarik, Lokasi, dan Rute

Pantai Ngalur di Tulungagung: Daya Tarik, Lokasi, dan Rute

Surabaya
Ramai soal UKT Universitas Brawijaya, Wakil Rektor Sebut Sudah Sesuai Regulasi

Ramai soal UKT Universitas Brawijaya, Wakil Rektor Sebut Sudah Sesuai Regulasi

Surabaya
Cerita Tukang Ojek di Malang Rutin Menabung sejak 1998 hingga Bisa Melaksanakan Ibadah Haji

Cerita Tukang Ojek di Malang Rutin Menabung sejak 1998 hingga Bisa Melaksanakan Ibadah Haji

Surabaya
Pengakuan Warga yang Terusir dari Rusunawa Gunungsari Surabaya: Nunggak 2 Tahun dan Tak Boleh Nyicil

Pengakuan Warga yang Terusir dari Rusunawa Gunungsari Surabaya: Nunggak 2 Tahun dan Tak Boleh Nyicil

Surabaya
Polisi Amankan Puluhan Kayu Jati Ilegal dan 3 Pelaku Pencuri Kayu di Inhutani Ngawi

Polisi Amankan Puluhan Kayu Jati Ilegal dan 3 Pelaku Pencuri Kayu di Inhutani Ngawi

Surabaya
Mantan Kades di Malang Ditangkap atas Kasus Korupsi DD Rp 646 Juta

Mantan Kades di Malang Ditangkap atas Kasus Korupsi DD Rp 646 Juta

Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com