Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Usai Tanya UMK, Buruh di Surabaya Dijebloskan ke Penjara atas Dakwaan Palsukan Surat Lamaran Kerja

Kompas.com, 24 Maret 2024, 12:21 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Dwi Kurniawati (41), seorang buruh perempuan di Surabaya, Jawa Timur dijebloskan ke penjara setelah bertanya soal upah mininum kabupaten/kota (UMK) di tempatnya bekerja.

Hal ini terungkap ketika Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Surabaya, Darwis membacakan amar dakwaan terhadap Dwi Kurniawati, di ruang Candra Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis (21/3/2024).

Dalam dakwaan disebutkan bahwa buruh asal Sumber Wulut, Surabaya itu memalsukan surat pengalaman kerja agar bisa bekerka sebagai staff accounting di PT Mentari Nawa Satria atau yang dikenal dengan Kowloon Palace Internasional Club.

Baca juga: Posko Konsultasi dan Pengaduan THR untuk Buruh Jateng Dibuka, Berikut Nomornya

Sidang berlangsung secara daring dan terdakwa menghadapi sidang dari Rutan Medaeng.

Di depan majelis hakim yang diketuai Taufan Mandala, Darwis menjelaskan terdakwa memalsukan berkas pengalaman kerja yang dikeluarkan Koperasi Karyawan (Kopkar) Rumah Sakit William yang ditandatangani oleh Sunali, selaku Ketua Pengurus.

Dengan surat tersebut terdakwa bisa bekerja di sebagai staff accounting sejak 28 November 2022 dengan masa percobaan selama 6 bulan sampai 28 Mei 2023.

"Pemalsuan itu terungkap pada 11 Mei 2023 lalu. Saat itu terdakwa tidak masuk kerja dan tidak bisa dihubungi. Ketika dilakukan pengecekan dan evaluasi kinerja didapatkan temuan terdakwa sering melakukan kesalahan terhadap perhitungan kerja karyawan," kata Darwis.

Mengetahui hal itu, Eko Purnomo bersama Fransisca selaku General Affair, dan Galuh sebagai HRD melakukan pengecekan data lamaran kerja terdakwa.

Baca juga: Buruh Geruduk DPRD Jabar, Dorong Dewan Desak Pemprov Terbitkan SK Upah Pekerja di Atas Satu Tahun

Kemudian para saksi ini curiga terhadap salah satu berkas lamaran kerja terdakwa yang dikeluarkan Kopkar Rumah Sakit William Booth.

Lalu saksi melakukan pengecekan ke rumah sakit tersebut dan diketahui jika lembar fotocopy surat keterangan kerja yang dikeluarkan Rumah Sakit William Booth adalah palsu.

Supali sebagai Kepala Koperasi Karyawan Rumah Sakit William Booth pada tahun 2013 sampai dengan tahun 2017 tidak pernah bertanda tangan dalam surat pengalaman kerja milik terdakwa.

Namun terdakwa Dwi memang pernah bekerja kontrak di Koperasi Karyawan Sejahtera RS William Booth sebagai staf administrasi sejak tahun 2005 sampai 2014.

Ia berhenti bekerja dengan status Pemutusan Hubungan Kerja (PHk).

"Bahwa dengan menggunakan surat keterangan kerja yang tidak benar/palsu akhirnya Dwi Kurniawati bisa dapat diterima dan bekerja sebagai staf accounting di PT Mentari Nawa Satria," ucap Darwis.

Baca juga: Saat Aksi Buruh Garmen di Pemalang Berbuah Manis, Gaji Cair 40 Persen, Antre sampai Malam...

Darwis melanjutkan seharusnya terdakwa saat itu tidak bisa diterima kerja sebagai accounting karena yang dibutuhkan adalah seorang yang berpengalaman.

Hingga akhirnya terbukti ketika terdakwa berkerja tidak cakap dalam menjalankan tugas, yaitu salah dalam menghitung gaji karyawan.

Sehingga tempat usaha hiburan malam di Jalan No 31-37 Surabaya itu mengalami kerugian kisaran Rp24 juta.

Rinciannya gaji selama 6 bulan dikali Rp3 juta yaitu Rp18 juta. Lalu, kelebihan bayar karyawan atas nama Sasongko dan Massun sebesar Rp4,7 juta.

Ditambah lagi, Tunjungan Hari Raya (THR) yang diterima terdakwa senilai Rp1,5 juta.

Baca juga: Bongkar Muat Batu Bara Dialihkan Sepihak, Ratusan Buruh di Samarinda Demo Kantor Bea Cukai

Sangkal dakwaan

Taufan Mandala, sebagai ketua majelis hakim setelah mendengar amar dakwaan lantas bertanya kepada Dwi Kurniawati, "Apakah terdakwa jelas dan memahami atau tidak," tanyanya.

Perempuan usia 41 tahun itu langsung menjawab secara lugas bahwa dakwaan "cukup jelas,' ucapnya.

Lalu ia mengatakan bahwa amar dakwaan yang disusun jaksa tidak sesuai dengan kenyataan, dan ia meminta izin untuk bercerita.

Ketua majelis hakim pun meminta terdakwa untuk menahan diri karen pembelaan atau eksepsi bisa diajukan pada sidang selanjutnya

Ia ingin terlebih dahulu memastikan, apakah pada sidang berikutnya akan mengajukan eksepsi atau memasrahkan sepenuhnya kepada penasihat hukum.

Baca juga: Pabrik Garmen di Pemalang Ditutup, Ratusan Buruh Demo di Pantura

Terdakwa pun kemudian memberi jawaban "langkah selanjutnya dipasrahkan kepada penasihat hukumnya," ucapnya.

Di momen itu tim penasihat hukum terdakwa langsung menimpali, "Kami akan mengajukan eksepsi Yang Mulia," tandasnya.

Penasihat hukum sebut ada kriminalisasi

Dwi Kurniawati ditahan di Rutan Medaeng sejak 5 Maret 2024. Kasus Dwi ini menjadi sorotan dan ibu berusia 41 tahun ini mendapat bantuan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Tim Advokasi Buruh Peduli Anak Negeri (Tabur Pari).

Menurut pandangan LBH, Dwi adalah korban yang tidak mendapatkan hak ketenagakerjaan. Lalu perusahaan kembali menjadika Dwi sebagai korban dengan cara melaporkannya ke Polsek Genteng Surabaya.

Achmad Roni, salah seorang pengacara dari LBH tersebut menjelaskan, mulanya Dwi kerja sebagai accounting di PT Mentari Nawa Satria atau yang lebih dikenal Diskotik Kowloo.

Dwi mulanya dikontrak kerja selama 6 bulan, dan dijalani selama 3 bulan. Bulan pertama Dwi mendapat gaji Rp 1,2 juta, bulan kedua Rp 1,5 juta, dan ketiga Rp 2,3 juta.

Baca juga: Buruh di Serang Banten Meninggal dalam Kesunyian di Kontrakan

"Selain gaji di bawah UMK, Bu Dwi juga tidak didaftarkan BPJS dan akta kelahiran ditahan. Berawal dari situ, dia mengadu ke Disnaker Kota Surabaya dan diarahkan kasus perselisihan hak pidana diarahkan ke Disnaker Provinsi Jatim. Nah karena tidak ada tindak lanjut, Dwi melaporkan ke Polda Jatim," ucapnya.

Kepolisian ternyata menghentikan kasus tersebut. Namun, tiba-tiba Dwi dilaporkan di Polsek Genteng.

"Yang melaporkan karyawan bernama Eko Purnomo. Dia bukanlah pemegang saham melaporkan nama perwakilan perusahaan. Anehnya lagi, menjelang pemanggilan tersangka keterangan mewakili perusahaan dihilangkan. Laporan menjadi atas nama pribadi Eko," ujar Roni.

Roni dan kawan-kawannya beranggapan perkara ini tidak bisa dipisahkan, karena Dwi Kurniawati memperjuangkan hak mendapat upah sesuai UMK.

Baca juga: Nasib Buruh Tani Padi Sumedang, Produktif di Usia Senja dengan Lahan Terus Menyempit

"Singkatnya ada kriminalisasi, Bu Dwi masuk Bui usai tanya UMK," jelasnya.

Tribunjatim sudah berupaya melakukan konfirmasi terhadap PT Mentari Nawa Satria dengan cara menghubungi nomor kontak yang tertera di akun Instagram Kowloon.

Awalannya telepon direspon, namun, saat disinggung tentang kasus tersebut tidak ada tanggapan.

Artikel ini telah tayang di TribunJatim.com dengan judul NASIB Buruh di Surabaya Dijebloskan Penjara Lantaran Tanya UMK, Didakwa Palsukan Surat Lamaran Kerja

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Gerai Koperasi Merah Putih Dibangun di Lahan Produktif, Aktivis Lingkungan Bersuara
Gerai Koperasi Merah Putih Dibangun di Lahan Produktif, Aktivis Lingkungan Bersuara
Surabaya
Maling Sapi Tewas Ditembak Aparat di Bangkalan
Maling Sapi Tewas Ditembak Aparat di Bangkalan
Surabaya
Posko Bangkalan Berbagi Segera Kirim Seragam Sekolah, Baju Baru hingga Sembako untuk Bencana Aceh
Posko Bangkalan Berbagi Segera Kirim Seragam Sekolah, Baju Baru hingga Sembako untuk Bencana Aceh
Surabaya
Kuliah Sambil Jadi Kurir Paket, Gibran Harus Pandai Bagi Waktu dan Rendahkan Ego
Kuliah Sambil Jadi Kurir Paket, Gibran Harus Pandai Bagi Waktu dan Rendahkan Ego
Surabaya
Jadi Kurir Paket, Hamdan Kerap Bantu Pelanggan supaya Tak Tertipu Pesanan Palsu
Jadi Kurir Paket, Hamdan Kerap Bantu Pelanggan supaya Tak Tertipu Pesanan Palsu
Surabaya
Kisah Mahasiswa di Surabaya Kerja Sampingan Jadi Kurir Makanan demi Uang Kuliah
Kisah Mahasiswa di Surabaya Kerja Sampingan Jadi Kurir Makanan demi Uang Kuliah
Surabaya
Dua Pelaku Pemalakan di Pantai Bangsring Banyuwangi Beraksi Sejak 2023
Dua Pelaku Pemalakan di Pantai Bangsring Banyuwangi Beraksi Sejak 2023
Surabaya
Wisatawan Lansia Dipungli 'Uang Pengawalan' Rp 150.000 di Bangsring Banyuwangi, Sempat Ketakutan
Wisatawan Lansia Dipungli "Uang Pengawalan" Rp 150.000 di Bangsring Banyuwangi, Sempat Ketakutan
Surabaya
M Zaki Ubaidillah, Pemain Muda Asal Madura Raih Perak SEA Games, Sang Ayah Doakan Jadi Juara Dunia
M Zaki Ubaidillah, Pemain Muda Asal Madura Raih Perak SEA Games, Sang Ayah Doakan Jadi Juara Dunia
Surabaya
Kesaksian Tour Leader di Bangsring Banyuwangi: Pelaku Ancam, Jika Tak Bayar, Bus Tak Bisa ke Luar
Kesaksian Tour Leader di Bangsring Banyuwangi: Pelaku Ancam, Jika Tak Bayar, Bus Tak Bisa ke Luar
Surabaya
Sebagian Rombongan Wisata Korban Pemalakan di Bangsring Underwater Banyuwangi Ternyata Lansia
Sebagian Rombongan Wisata Korban Pemalakan di Bangsring Underwater Banyuwangi Ternyata Lansia
Surabaya
Banjir Genangi Jalan Pantura Baluran Situbondo, Arus Lalu Lintas Melambat
Banjir Genangi Jalan Pantura Baluran Situbondo, Arus Lalu Lintas Melambat
Surabaya
Rombongan Wisatawan Disandera dan Dipalak Rp 150.000, Pemkab Banyuwangi: Pelaku Bukan Pengelola Resmi
Rombongan Wisatawan Disandera dan Dipalak Rp 150.000, Pemkab Banyuwangi: Pelaku Bukan Pengelola Resmi
Surabaya
Pelaku Pungli 'Uang Pengawalan' Bus Wisata di Banyuwangi Dikenai Sanksi Wajib Lapor
Pelaku Pungli "Uang Pengawalan" Bus Wisata di Banyuwangi Dikenai Sanksi Wajib Lapor
Surabaya
Ditangkap Polisi, 2 Pelaku Pungli Bus Pariwisata di Banyuwangi Minta Maaf
Ditangkap Polisi, 2 Pelaku Pungli Bus Pariwisata di Banyuwangi Minta Maaf
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau