MALANG, KOMPAS.com- Sebanyak empat perwira TNI AU gugur dalam peristiwa jatuhnya pesawat EMB-314 Super Tucano di Desa Keduwung, Kecamatan Puspo, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, Kamis (16/11/2023).
Salah satunya adalah Marsekal Pertama TNI (Anumerta) Subhan.
Baca juga: Ayah Mayor Yuda, Pilot Pesawat Super Tucano: Keinginan Umrahkan Orangtua Sudah Terlaksana
Kepala Dinas Penerangan TNI AU (Kadisepanau) Marsekal Pertama R. Agung Sasongkojati mengungkap bahwa Subhan pernah menjadi salah satu siswanya.
Menurut Agung, Subhan sebenarnya adalah calon pemimpin di masa depan.
"Saya mengenal dengan baik, karena kebetulan beberapa tahun lalu, saya pernah di institusi pendidikan dan beliau adalah siswa saya, siswa yang sangat cemerlang, siswa yang smart, sebetulnya calon pimpinan kita di masa depan," ungkap Agung saat ditemui di sela pemakaman di Taman Makam Pahlawan (TMP) Malang, Jumat (17/11/2023).
Baca juga: Marsma Subhan Selalu Minta Dibelikan Es Kacang Ijo Saat Pulang ke Pamekasan
Beberapa waktu lalu, kata Kadispenau, Subhan juga mengirimkan bantuan dari Republik Indonesia ke Palestina.
Marsekal Pertama TNI Subhan saat itu berperan sebagai salah satu pimpinan rombongan.
"Betul, tepat sekitar seminggu, dua minggu lalu, kita melaksanakan pengiriman bantuan ke Palestina. Kebetulan pimpinan rombongannya adalah Marsekal Pertama Subhan sebagai Danwing di Malang ini," kata dia.
Untuk diketahui, Marsekal Pertama TNI Subhan lahir di Pamekasan, 8 Oktober 1975.
Dia gugur dan meninggalkan seorang istri serta dua orang anak.
Baca juga: Ayah Mayor Yuda, Pilot Pesawat Super Tucano: Keinginan Umrahkan Orangtua Sudah Terlaksana
Tak hanya Subhan, satu perwira lainnya yang gugur adalah Mayor (Pnb) Yuda Anggara Seta asal Magetan, Jawa Timur.
Sang ayah Purwanto tak kuasa menahan tangis saat jenazah putranya tiba di rumah duka, Desa Sugihwaras, Kecamatan Maospati, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, Jumat (17/11/2023).
Menurutnya sudah lama Yuda ingin mengumrahkan kedua orangtuanya.
Keinginannya tersebut telah terlaksana sebelum Yuda berpulang.
Menurut Purwanto, dia dan putranya sempat bertemu dua minggu lalu saat dirinya pulang dari menjalankan ibadah umrah di Tanah Suci.
Purwanto mengungkap, putra kedua dari tiga bersaudara itu memang sudah lama bercita-cita menjadi penerbang.
"Keinginannya dia itu mengumrahkan saya dan ibunya. Alhamdulillah sudah terlaksana di bulan September kemarin," kata dia.
Baca juga: Jatuhnya Pesawat Tempur Super Tucano...
Sementara di Halim Perdanakusuma, Kadispenau Marsekal Pertama R. Agung Sasongkojati mengungkap kronologi lengkap jatuhnya dua pesawat EMB-314 Super Tucano.
Saat itu empat pesawat melakukan latihan terbang. Tiba-tiba awan menebal.
"Itu tidak kelihatan, karena (awan) sangat tebal dan para penerbang mengatakan 'blind' atau buta. Itu adalah prosedur dan prosedurnya menyelamatkan," ungkap Kadispenau, Jumat (17/11/2023).
Baca juga: Tim Investigasi TNI AU Cari FDR di Lokasi Jatuhnya Pesawat Super Tucano
Kemudian ketika empat memisahkan diri, terdengar suara Emergency Locator Transmitter (ELT) atau pemancar sinyal darurat.
Suara ELT terdengar dua kali, tak lama setelah suara pertama.
“(Atas kejadian) ini yang penting bagaimana kami mengubah prosedur atau menambah prosedur, prosedur mengenai masuk ke dalam ‘blind’ atau situasi mata tidak bisa melihat karena cuaca sanget pekat,” kata dia.
Pesawat rupanya jatuh di lahan pertanian warga di sekitar lereng Bromo. Empat orang perwira TNI gugur dalam latihan tersebut.
Sumber: Kompas.com (Penulis: Nugraha, Sukoco)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.