BLITAR, KOMPAS.com – Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan, pemerintah menargetkan terjadinya penurunan angka stunting sebesar 3 persen dari 2022 hingga akhir 2023
Jika target penurunan angka stunting tersebut tercapai, kata Hasto, maka prevalensi stunting tahun 2023 akan menjadi 18 persen.
“Kita bersyukur sekarang ini angka stunting sudah turun jadi 21,6 persen. Jadi dari 2021 ke 2022 turun 2,8 persen atau dari 24,8 persen menjadi 21,6 persen,” ujar Hasto kepada wartawan usai membuka acara Program Edukasi dan Intervensi Stunting yang diselenggarakan oleh BKKBN dan Dexa Group di Blitar, Selasa (22/8/2023).
Baca juga: Resmikan Program Melon Mas, Wali Kota Semarang Dorong Kaum Milenial Ikut Tangani Stunting
“Kita berharap akhir tahun ini turun 3 persen lebih, sehingga akhir tahun ini (angka stunting) 18 persen atau kurang,” tambahnya.
Hasto juga mengungkapkan harapannya bahwa target laju penurunan angka stunting sebesar 3 persen per tahun dapat dipertahankan hingga akhir 2024 sehingga prevalensi stunting akan menjadi 14 persen pada akhir 2024.
Dia mengaku optimistis target penurunan prevalensi stunting menjadi 14 persen pada 2024 dapat tercapai dengan kebijakan Presiden Joko Widodo mengalokasikan anggaran sebesar 186,4 triliun atau 5,6 persen dari total anggaran dalam Rancangan Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (RAPBN) untuk sektor kesehatan.
Selain itu, lanjutnya, berbagai pihak terkait akan terus melakukan upaya penanganan dan pencegahan kasus stunting atau balita yang mengalami gizi buruk.
Dalam hal penanganan kasus stunting, Hasto mencontohkan bahwa bayi yang berisiko stunting, yakni bayi lahir dengan panjang kurang dari 48 cm dan berat kurang dari 2,5 kilograrm, maka harus mendapatkan penanganan khusus.
Baca juga: Kepala BKKBN Sebut Fenomena Seks Bebas di Kalangan Remaja Berakibat Maraknya Pernikahan Dini
“Untuk bayi berisiko stunting harus mendapatkan pendampingan, harus mendapatkan ASI eksklusif dan mendapatkan asupan gizi tambahan yang cukup,” terangnya.
Dalam upaya pencegahan, kata dia, pemerintah akan memastikan bagaimaa agar ibu hamil tidak dalam kondisi anemia atau kekurangan darah.
“Buat perempuan, kalau mau menikah lingkar lengan jangan terlalu kecil karena terlalu kurus karena ini meningkatkan risiko stunting pada bayinya nanti,” ujarnya.
Menurut Hasto, sejauh ini terdapat tiga hal yang menjadi penyebab terjadinya stunting di Indonesia.
Pertama, kata dia, anak balita yang mengalami sakit-sakitan seperti sering mencret, sering demam, atau bahkan terserang penyakit TBC.
Penyebab kedua, lanjut Hasto, kurangnya asupan nutrisi terutama akibat tidak mendapatkan air susu ibu (ASI).
Baca juga: Gubernur Viktor Klaim Angka Stunting di NTT Turun Drastis Selama Pemerintahannya
“Penyebab kedua ini antara lain karena tidak disusui oleh ibunya. Mungkin karena sibuk bekerja sehingga tidak tersusui dengan baik,” ujarnya.