Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penembakan Misterius 1982-1985 di Kota Malang dan Kisah Pembunuhan Petinju Johny Mangi

Kompas.com, 14 April 2023, 05:30 WIB
Rachmawati

Editor

SI menurunkan serial liputan tentang kasus tersebut, dan tidak hanya berita, tetapi juga kritikan melalui tajuk rencananya.

Baca juga: Penembakan Misterius (Petrus): Latar Belakang dan Dampaknya

Koran ini juga mengangkat suara-suara kritis masyarakat yang mempertanyakan kebijakan pemerintah di balik peristiwa penembakan misterius.

Pada awal 1980an, yang menjadi redaktur pelaksana SI adalah Peter A. Rohi (1942-2020). Saat itu, koran ini sempat menjadi yang terbesar di Jatim dengan tiras 40.000 eksemplar.

"Semua koresponden saya perintahkan membuat berita setiap korban 'petrus'," kata Peter, seperti dikutip Zed Abidien, eks jurnalis Tempo, dalam buku Peter A.Rohi, Jurnalis Pejuang, Pejuang Jurnalis (2020).

Akibatnya, nyaris tiap hari, koran ini dihiasi berita korban kekerasan 'petrus' alias penembakan misterius.

Rupanya, sikap kritis Suara Indonesia membuat pihak-pihak yang merasa tersudut untuk melakukan semacam teror.

Baca juga: Soal Aksi Warga di Sumbar Ceburkan 2 Pemandu Karaoke ke Laut, Polisi: Pelaku Langgar Hukum dan HAM

Pada Rabu dini hari, 16 November 1984, sekitar pukul 03.00, kantor redaksi SI dikirimi paket berisi potongan kepala manusia.

Potongan kepala yang ditengarai potongan kepala korban 'petrus' ini diletakkan persis di pintu masuk kantor redaksi.

"Peter Rohi menjadi salah satu saksi mata teror akibat sejumlah berita dan tajuknya," ungkap Stanley.

Atas kejadian tersebut, SI memutuskan untuk tidak terbit keesokan harinya.

"Itulah teror terdahsyat yang pernah dialami pers pada masa rezim Orde Baru. Namun tundukkah Suara Indonesia?

"Ternyata Peter Rohi dan kawan-kawan justru terus melawan dan memberitakan soal 'petrus'," ungkap Stanley.

Baca juga: Komnas HAM Minta Pemprov NTT Kaji Ulang Pelajar SMA Masuk Sekolah Jam 05.30

Apa kesimpulan Komnas HAM dalam kasus petrus?

Diakui sendiri oleh Presiden Suharto sebagai terapi kejut agar para pelaku tindak kriminal jera, aksi pembunuhan di luar hukum atas perintah pejabat negara ini, kemudian disudahi.

Setelah Reformasi 1998, muncul gelombang tuntutan agar aksi pembunuhan para preman pada periode 1982-1985 — lazim disebut 'penembakan misterius' — ini, diusut tuntas.

Melalui proses panjang, kira-kira 10 tahun kemudian, diawali sebuah kajian mendalam, tepatnya pada 2008, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) membentuk tim adhoc.

Tim inilah, yang dipimpin Stanley Adi Prasetyo, kemudian menyelidiki kasus ini.

Baca juga: Komnas HAM Pertanyakan Kebijakan Masuk Sekolah Pukul 05.30 di NTT

Mereka mendatangi Kota Yogyakarta, Bantul, Solo, Semarang, Magelang, Malang, Bogor, Mojokerto, Jakarta, Palembang, serta Medan.

"Tim mengumpulkan bukti-bukti, dokumen, video, kliping, foto-foto, serta melakukan perjalanan ke sejumlah kota, menemui penyintas maupun keluarganya," ungkap Stanley.

Stanley dan tim juga mendatangi kuburan para korban, mengidentifikasi kasusnya, serta memastikan apakah keluarganya juga mendapat teror atau tidak.

Dari hasil penyelidikan, Komnas HAM mengidentifikasi para pelakunya, yaitu TNI (Koramil, Kodim, dan Kodam/Laksusda), polisi (Polsek, Polres, dan Polda), garnisun (gabungan TNI dan polisi), serta pejabat sipil (Ketua RT, Ketua RW, Lurah).

Adapun korbannya adalah orang-orang yang "dianggap" sebagai pelaku kejahatan, seperti preman, gali, buronan, hingga bromocorah.

Baca juga: Laporan Tahunan Komnas HAM, Demokrasi Indonesia Alami Kemunduran di Era Jokowi

Ilustrasi Hak Asasi Manusia (HAM)freepik.com Ilustrasi Hak Asasi Manusia (HAM)
Lainnya adalah residivis dan/atau mantan narapidana, orang yang diadukan sebagai penjahat, serta orang yang menjadi korban karena "salah target".

Beberapa kali terhenti karena anggaran yang terbatas (diambil dari APBN), penyelidikan Komnas HAM akhirnya berakhir pada 2012.

Dalam kesimpulannya, tim adhoc yang dipimpin Stanley menemukan cukup bukti "telah terjadi kejahatan terhadap kemanusiaan".

"Yaitu terbukti ada serangan yang dilakukan sekelompok orang yang merupakan bagian dari aparat keamanan negara," ungkapnya.

Mereka melakukan penangkapan dan penahanan, penyiksaan, pembunuhan serta penghilangan orang secara paksa, tambahnya.

Baca juga: 5 Kasus Sorotan Publik yang Ditangani Komnas HAM, dari Sambo hingga Wadas

Menurut Komnas HAM, diperkirakan total jumlah korban lebih dari 1.000 jiwa. Temuan mereka menguatkan ada pelanggaran HAM berat.

Halaman:


Terkini Lainnya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Surabaya
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Surabaya
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Surabaya
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau