Sebagai gubernur pertama Jawa Timur, Ario Soerjo atau Gubernur Soerjo menjabat pada periode tahun 1945 sampai tahun 1948.
Pengangkatan Ario Soerjo sebagai gubernur dilakukan berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 yang dikeluarkan pada tanggal 19 Agustus 1945 oleh PPKI.
Setelah Gubernur Soerjo menyelesaikan tugas-tugasnya sebagai Residen Bojonegoro, ia pindah ke Surabaya, ibukota Provinsi Jawa Timur pada 12 Oktober 1945.
Kepindahan Gubernur Soerjo ke Surabaya pada hari itu menandai dimulainya pemerintahan Provinsi Jawa Timur di Indonesia.
Sehingga sesuai Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 6 Tahun 2007, tanggal 12 Oktober ditetapkan sebagai Hari Jadi Provinsi Jawa Timur.
Peristiwa Pertempuran Surabaya 10 November terjadi pada saat Ario Soerjo menjabat sebagai gubernur Jawa Timur.
Sebagai pimpinan tertinggi, Gubernur Suryo menanggapi permintaan Sekutu dengan mendeklarasikan bahwa Surabaya harus dipertahankan.
Hal ini dilakukan setelah sebelumnya Gubernur Suryo sempat menempuh jalan perundingan namun tidak mencapai kesepakatan yang mengikat.
Pemerintah pusat di Jakarta juga telah menyerahkan keputusan sepenuhnya kepada Gubernur Suryo.
Ketika ultimatum dari pasukan Sekutu untuk menyerahkan Surabaya dikeluarkan, Gubernur Suryo dengan para pejuang di Surabaya dengan keras menolaknya.
Sehari sebelum pecahnya pertempuran, lewat pidatonya pada 9 November 1945, Gubernur Suryo menyerukan kepada arek-arek Surabaya untuk melawan pasukan Sekutu demi memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Seruan Gubernur Suryo pun segera ditanggapi oleh arek-arek Surabaya dengan berjuang sekuat tenaga dalam peristiwa Pertempuran Surabaya 10 November 1945.
Ario Soerjo diketahui tewas dalam Tragedi Pembunuhan Soerjo pada 10 November 1948.
Sebelum tragedi tersebut, Pada 18 September 1948, PKI yang dipimpin Musso melakukan pemberontakan di Madiun.
Namun kelompok tersebut kemudian dapat dipukul mundur TNI ke pelosok Jawa Timur.