Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Mereka Pamit ke Orangtua Nonton Bola, Pulang Sudah Tidak Bernyawa"

Kompas.com, 6 Oktober 2022, 07:15 WIB
Reza Kurnia Darmawan

Editor

KOMPAS.com - Pintu 13 Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, menjadi saksi bisu malam kelam usai laga Arema FC melawan Persebaya Surabaya, Sabtu (1/10/2022).

Sebanyak 131 orang meninggal dunia dalam tragedi Kanjuruhan. Sebagian besar korban merupakan pendukung Arema FC, Aremania.

Berselang beberapa hari usai insiden itu, pintu 13 Kanjuruhan kini dipenuhi taburan bunga.

Sejumlah pamflet tampak tertempel di sana, antara lain bertuliskan "Mereka Pamit ke Orang Tua Nonton Bola. Pulang Sudah Tidak Bernyawa", "Stop Brutality Police", "Gas Air Mata vs Air Mata Ibu".

Kaus dan syal Arema juga terpasang di sana. Salah satunya terdapat kalimat "Tenang di Tribun Barumu Saudaraku".

Baca juga: Pintu Tribune 13, Saksi Bisu Hilangnya 131 Nyawa dalam Tragedi Kanjuruhan...

Apa yang terjadi di pintu 13 Kanjuruhan?

Pintu keluar tribun 13 Stadion Kanjuruhan.KOMPAS.COM/Imron Hakiki Pintu keluar tribun 13 Stadion Kanjuruhan.

Anis, salah satu penjual kopi yang berada tak jauh dari pintu 13, menceritakan detik-detik terjadinya malam kelabu.

Ia mengaku tak tahu pasti apakah benar pintu 13 terkunci tatkala insiden terjadi. Akan tetapi, saat melihat dinding bekas dibobol dan pagar yang rusak, Anis menduga pintu 13 tidak dalam kondisi terbuka kala itu.

"Kalau melihat temboknya yang dibobol, kemungkinan besar memang tidak dibuka," ujarnya.

Menurutnya, pintu tersebut biasanya dibuka ketika pertandingan akan berakhir.

Saat tragedi terjadi, Anis turut merawat korban luka-luka yang dievakuasi ke dalam warungnya. Terdapat sekitar 10 korban luka-luka yang dievakuasi ke warungnya.

"Saya baru pulang setelah para korban ini dievakuasi ke rumah sakit sekitar pukul 02.00 dini hari," ucapnya.

Baca juga: Di Hadapan Keluarga Korban, Presiden Jokowi Janji Usut Tuntas Tragedi Kanjuruhan

Salah satu penyintas tragedi Kanjuruhan, Elmiati, mengatakan, malam itu dirinya mendengar banyak rintihan kesakitan dan meminta pertolongan di pintu 13 Kanjuruhan.

Dalam tragedi Kanjuruhan, Elmiati kehilangan suaminya, Rudi Harianto, dan anak bungsunya M Firdi Prayogo (3), untuk selama-lamanya. Elmiati pun sempat terhimpit bersama korban lain, tetapi akhirnya ada orang yang menolongnya.

Warga Kota Malang ini menuturkan, kepanikan terjadi saat polisi menembakkan gas air mata ke arah tribune 13. Waktu itu, Elmiati bersama anak dan suaminya berada di tengah tribune 13.

Melihat lontaran gas air mata, Rudi mengajak Elimati pulang.

"(Lontaran bola gas air mata) iya ke arah tribun. Lontaran itu masuk ke kerumunan penonton. Suami saya mengajak pulang; ayo pulang aja selak adik keno gas (keburu anak terkena gas). Posisi itu sudah ricuh," ungkapnya, Senin (3/10/2022), dikutip dari Surya Malang.

Mereka lalu berjalan menyusuri tangga tribune menuju pintu keluar 13 yang juga menjadi tempat awal mereka masuk ke stadion. Ternyata, banyak orang yang juga menuju pintu tersebut. Para penonton pun saling berjejalan, termasuk Elmiati bersama suami dan anaknya.

"Posisi saya ada di pinggir di tangga pegangan biru-biru (pegangan anak tangga) itu. Suami saya berada di dekat pintu gerbang. Suami saya berada di baris kedua dekat pintu gerbang (yang tertutup)," tuturnya.

Sempat berada di belakang suaminya, Elmiati terpisah karena terdesak oleh banyak orang.

Waktu itu, Elmiati sudah pasrah dengan kehidupannya. Namun, ia tiba-tiba ditarik orang lain agar terhindar dari desakan kerumunan.

Baca juga: Jokowi soal Gambaran Persoalan Tragedi Kanjuruhan: Pintu Terkunci, Tangga yang Tajam, dan Kepanikan

Elmiati menerangkan, ia dan suaminya jarang menonton pertandingan sepak bola ke stadion. Malam itu, dia bertandang ke Stadion Kanjuruhan untuk menyenangkan anak bungsunya yang menggemari sepak bola.

"Baru 2 kali ini nonton sepak bola. Kurun setahun. Sebenarnya suami saya engga terlalu fanatik, hanya saja, pingin cari hiburan biar gak bosen. Yang suka sepak bola, anak saya yang kecil," jelasnya.

Terkait tragedi Kanjuruhan, Elmiati meminta agar sejumlah pihak mengevaluasi sistem pengamanan di dalam stadion.

"Kenapa yang ricuh di lapangan. Tapi kok yang ditribun juga ikut ditembak gas air mata, karena ada anak kecil," terangnya.

Ia mengungkapkan, dirinya sudah tidak peduli dengan penanganan tragedi Kanjuruhan. Ia memilih pasrah.

"Terserah, pasrah (soal penyelidikan). Yang penting agar tidak terjadi masalah lagi," bebernya.

Baca juga: Pintu 13 Stadion Kanjuruhan Jadi Saksi Bisu Elmiati Kehilangan Suami dan Balitanya: Saya Sudah Pasrah...

Kaos Aremania digantung di dinding ventilasi pintu keluar tribun 13 Stadion Kanjuruhan.KOMPAS.COM/Imron Hakiki Kaos Aremania digantung di dinding ventilasi pintu keluar tribun 13 Stadion Kanjuruhan.

Seperti Elmiati, Defi Atok juga kehilangan dua orang yang disayanginya. Dua putrinya, Natasha Debi (16) dan Nayla Debi (13), meninggal dalam tragedi Kanjuruhan.

Dia mengungkapkan, Sabtu itu, dua anaknya menonton dari tribune di dekat pintu 13 yang menjadi salah satu titik gas air mata dilontarkan.

"(Anak saya) adiknya (Nayla) kayak orang diracun (keluar busa), kakaknya (Natasha) hitam keluar darah sampai meninggal, sampai di bajunya darah, posisi tidak bisa menyelematkan diri karena masih kecil," paparnya, Rabu (5/10/2022).

Baca juga: Tendangan Kungfu Oknum TNI ke Suporter di Stadion Kanjuruhan Jadi Sorotan, Panglima Janji Usut Tuntas

Atok, yang waktu kejadian sedang bekerja, baru mengetahui kedua anaknya menjadi korban saat hendak menjemput ke Stadion Kanjuruhan.

"Ada yang telepon sama saya (seseorang), 'Anak kamu cepetan ke sini, anak kamu', tidak bilang meninggal, posisi di lorong VIP sudah di situ, terus saya bawa ke RS Wava Husada, adiknya juga di situ posisinya," kisahnya.

Pria asal Kabupaten Malang ini berharap agar kasus tragedi Kanjuruhan diusut tuntas, seperti yang dikatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Presiden (Jokowi) mengatakan akan berjanji mengusut tuntas pelaku-pelakunya, itu saya lega, janjinya presiden saya tunggu. Harapannya oknum pelaku yang menembak (diusut tuntas), gas air mata itu seperti membunuh atau racun," paparnya.

Baca juga: FIFA Larang Penggunaan Gas Air Mata di Stadion, tapi Mengapa Polisi Menembakkannya di Kanjuruhan?

Jokowi soroti pintu stadion yang terkunci

Presiden Joko Widodo seusai meninjau stadion tragedi yang terjadi pada pekan ke-11 Liga 1 2022-2023 seusai pertandingan bertajuk Derbi Jawa Timur, Arema FC melawan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan Kepanjen, Kabupaten Malang, Rabu (5/10/2022) siang.KOMPAS.com/SUCI RAHAYU Presiden Joko Widodo seusai meninjau stadion tragedi yang terjadi pada pekan ke-11 Liga 1 2022-2023 seusai pertandingan bertajuk Derbi Jawa Timur, Arema FC melawan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan Kepanjen, Kabupaten Malang, Rabu (5/10/2022) siang.

Sejumlah pintu keluar Stadion Kanjuruhan yang tidak dibuka saat terjadinya kericuhan, disorot oleh Presiden Jokowi.

"Tetapi sebagai gambaran tadi saya melihat, problemnya ada di pintu yang terkunci, tangga yang terlalu tajam, ditambah kepanikan yang ada," jelasnya saat mengunjungi Stadion Kanjuruhan, Rabbu.

Jokowi menyampaikan, Tim Gabungan Independen Pencari Fakta yang dibentuk Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Kemanan (Menkopolhukam) Mahfud MD akan melihat dan menyimpulkan berbagai fakta setelah melakukan investigasi.

Investigasi ini diharapkan bisa mengungkap pemicu tewasnya 131 korban dalam tragedi Kanjuruhan. Jokowi pun berjanji kasus ini akan diusut tuntas.

Baca juga: UPDATE: 31 Polisi Diperiksa Terkait Dugaan Pelanggaran Kode Etik dalam Tragedi Kanjuruhan

Sumber: Kompas.com (Penulis: Kontributor Kabupaten Malang, Imron Hakiki; Kontributor Malang dan Batu, Nugraha Perdana | Editor: Pythag Kurniati, Dheri Agriesta)

Sebagian artikel ini telah tayang di SuryaMalang.com dengan judul Kisah Memilukan Tragedi Arema: PNS Gendong Korban Hingga Tewas, Istri Kehilangan Suami dan Anak

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang

Baca tentang


Terkini Lainnya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Surabaya
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Surabaya
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Surabaya
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Surabaya
Unair Terjunkan Bantuan Teknologi dan Tim Manajemen Bencana ke Sumatera
Unair Terjunkan Bantuan Teknologi dan Tim Manajemen Bencana ke Sumatera
Surabaya
Banjir Bandang Probolinggo, Puluhan Rumah dan 4 Jembatan Rusak, Ribuan Warga Terisolasi
Banjir Bandang Probolinggo, Puluhan Rumah dan 4 Jembatan Rusak, Ribuan Warga Terisolasi
Surabaya
Harapan Para Tukang Becak Lansia asal Kota Pasuruan Penerima Becak Listrik: Semoga Diminati seperti Ojek Online
Harapan Para Tukang Becak Lansia asal Kota Pasuruan Penerima Becak Listrik: Semoga Diminati seperti Ojek Online
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau