KOMPAS.com - Seorang ayah dari korban tragedi kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur tak bisa menyembunyikan kesedihan saat mendengar kabar duka dari telepon genggamnya.
Sukardi merasa terpukul dan seakan tak rela putrinya, Hidayatus Tsaniah (24) harus pergi untuk selama-lamanya akibat insiden tersebut.
Sebelum mendapat kabar terkait meninggalnya korban, seorang guru dan takmir masjid di Gresik ini mengaku tak bisa tidur.
Lantas, pada dini hari, dia mendapat kabar yang menyesakkan perasaan.
Dia dikabari bahwa putrinya menjadi satu di antara ratusan korban jiwa kerusuhan di Stadion Kanjuruhan.
"Entah kenapa malam itu saya tidak bisa tidur. Sekitar jam 01.00 WIB saya ditelepon oleh teman anak saya yang mengabarkan kalau anak saya meninggal dunia saat menonton pertadingan Arema," kata Sukardi dikutip dari TribunJatim.com, Senin.
Mendengar kabar duka tersebut, sontak dia berniat ingin langsung berangkat ke Malang menjemput jenazah anaknya.
Namun, beberapa kerabat mencegah dirinya agar tidak berangkat dengan alasan keamanan seperti adanya sweping plat L dan W.
Dengan berat hati, dia pun menunggu kedatangan jenazah anaknya hingga keesokan harinya.
"Setelah kami tunggu, jenazah anak saya akhirnya datang diantar mobil ambulan sekitar pukul 08.00 WIB Minggu pagi hari," ungkap dia.
Kemudian, jenazah anaknya tersebut dimakamkan hari itu juga.
Korban diketahui berdomisili di Malang setelah menyelesaikan kuliah di Universitas Islam Malang (Unisma) program studi pendidikan guru Madrasah Ibtidaiyah.
Dia juga merupakan alumni Ponpes Mambaul Ihsan, Ujungpangkah, Gresik.
Baca juga: Seorang Warga Gresik Turut Jadi Korban Meninggal Dunia Tragedi Kanjuruhan
Salah seorang teman korban semasa hidup, Rizki Adi Adha menuturkan, dirinya sempat sama-sama satu organisasi bersama korban.
Yakni, ketika tergabung dalam Forum Mahasiswa Gresik (Formagres).