Pada tanggal 31 Oktober 1945, Brigjen Mallaby yang dikawal oleh Kapten Smith, Kapten Shaw dan Letnan Laughland tiba-tiba ditahan oleh sekelompok pemuda.
Mayor Venugopall disebut melemparkan granat ke arah pemuda sehingga menyulut pertempuran yang menewaskan Brigjen Mallaby.
Meski penyebab tewasnya Brigjen Mallaby saat itu belum dapat dipastikan, namun kejadian itu memicu kecaman Jenderal Christison selaku Komandan Angkatan Perang Inggris di Indonesia.
Kapten Shaw juga mengeluarkan ancaman balasan dengan seluruh kekuatan baik laut, darat, dan udara.
Pada tanggal 9 November 1945, di bawah pimpinan Mayor Jenderal E.C Mansergh, keluar ultimatum yang berisi beberapa poin, yaitu:
Jika ultimatum tidak dipenuhi, maka sekutu akan menyerang Surabaya pada tanggal 10 November 1945.
Gubernur Suryo melalui radio pada pukul 23.00 malam mengumumkan penolakan terhadap ultimatum tersebut.
Tak pelak pada tanggal 10 November 1945 pukul pukul 06.00 WIB pecahlah Pertempuran Surabaya.
Pada Pertempuran Surabaya, dari pihak Indonesia terdapat setidaknya 20.000 tentara serta 100.000 sukarelawan.
Sementara pada pihak Inggris terdapat setidaknya 30.000 tentara yang juga dibantu dengan berbagai peralatan perang seperti tank, kapal perang, serta pesawat tempur.
Pada Pertempuran Surabaya,arek-arek Surabaya dipimpin oleh Bung Tomo yang mengumandangkan pidato berapi-api untuk membangkitkan semangat melawan dan mengusir penjajah dari negara Indonesia.
Dalam pertempuran tersebut, pemuda berhasil mempertahankan Surabaya selama tiga minggu.
Pertempuran Surabaya yang pertama terjadi di Tanjung Perak pada tanggal 10 November 1945 berakhir di Gunung Sari pada tanggal 28 November 1945.
Dampak negatif dari Pertempuran Surabaya adalah jatuhnya korban sekitar 20.000 rakyat Surabaya yang sebagian besar adalah warga sipil.
Selain itu diperkirakan, sebanyak 150.000 orang terpaksa meninggalkan Kota Surabaya,