Meski susah diterima nalar, namun sebagian tombak milik warga menurut penulis buku kuno terjadi sesuatu yang aneh di mana saat tombak diacungkan kepada harimau yang sedang marah, harimau tersebut tiba-tiba saja hanya bisa menggeram sambil merapatkan badannya ke tanah.
“Antara percaya dan tidak cerita yang kita terima seperti itu, bahwa senjata tombak milik warga dipastikan mempunyai tuah,” jelas Sulistyono.
Serapat-rapatnya warga mengurung harimau yang dilepas di tengah kalangan, namun ada kalanya seekor harimau mampu melepaskan diri.
Di buku Ngawi Tempo Doeloe, penulis juga menceritakan bagaimana reaksi warga ketika salah satu harimau berhasil lepas dan melarikan diri.
Baca juga: Tari Gendang Beleq, Pengantar Perjuangan Para Pebalap MotoGP
Lepasnya harimau tentunya membuat penonton yang memadati lapangan Kabupaten Ngawi panik dan lari tunggang langgang menyelamatkan diri.
Kepanikan warga juga membuat panggung yang terbuat dari bambu, yang biasanya ditempati oleh perempuan dan pejabat, sempat ambruk yang membuat sejumlah penonton terluka.
Karena masih banyak hutan lebat yang berada di sekitar Ngawi membuat harimau yang lepas bisa selamat kembali ke hutan.
Dari tulisan terbitan 1900-an tersebut, juga disebutkan kapan pemerintah Belanda akhirnya melarang rampogan digelar.
Pemerintah Hindai Belanda melarang rampogan digelar pada 1905 dengan alasan pembunuhan harimau dengan cara ditombak dinilai sadis.
“Awit tahun 1905 Nagari Ngawi sampun mboten amarengaken (Sejak tahun 1905 pemerintah daerah Ngawi mulai melarang),” tulisnya.
Sejak pandemi Covid-19, pagelaran Tari Rampogan untuk mengiringi prosesi kirab pusaka dalam peringatan HUT Kabupaten Ngawi ditiadakan.
Sulistyono mengaku jika pementasan tari rampogan sidah diperbolehkan, dia berujar akan melengkapi tari tersebut dengan sendratari yang akan dibawakan secara kolosal di Alun-alun Ngawi.
Hal tersebut juga untuk memberikan edukasi melalui seni kepada masyarakat terkait tradisi yang pernah ada di Kabupaten Ngawi. “Kita lihat kondisi dan situasi dulu apakah tari tersebut bisa kita pentaskan,” pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.