“Desa yang dekat dengan hutan diceritakan banyak yang memasang perangkap harimau,” jelas Sulistyono.
Harimau yang telah tertangkap tersebut kemudian dikumpulkan di sebuah lokasi yang cukup luas di sebelah Barat Alun-alun Kabupaten Ngawi.
Kawasan tersebut diberi nama Kandang Macan. Harimau-harimau itu diletakkan pada kandang yang terbuat dari kayu semacam pohon kelapa yang memiliki serat kayu tajam dan kuat.
Dimaksudkan untuk mencegah harimau berusaha keluar dari kandang dengan cara merusak kandang. “Kandang dengan kayu berserat tajam ternyata lebih aman karena harimau akan tertusuk serat kayu jika berusaha merusak kandang,” terang Sulistyono.
Baca juga: Sinopsis Battle: Freestyle, Kompetisi Tari yang Sengit
Lupita, salah satu warga Ngawi yang bekerja di radio Bahana Ngawi mengaku jika kawasan Kandang Macan tersebut saat ini masih sering diceritakan oleh orangtua mereka.
Lokasi kandang harimau berada hanya beberapa meter dari tempatnya bekerja tersebut saat ini menjadi lahan kosong.
“Menurut cerita kakek buyut saya, dulu di sini memang banyak kandang harimau. Sampai saat ini nama daerah sini dinamakan Kandang Macan,” katanya.
Biasanya, acara rampogan digelar pada waktu tertentu dengan dihadiri oleh pejabat penting Belanda dari Karesidenan Madiun serta Bupati Ngawi dan para bangsawan pribumi.
Di hari rampogan digelar, sudah bisa dipastikan ribuan warga akan tumplek bleg di alun-alun Ngawi. Pelepasan harimau biasanya dilakukan pada tengah hari. “Rampogan menurut cerita biasanya dimulai setelah pukul 12 siang,” ucap Sulityono.
Baca juga: Mengenal Tari Peresean, Tarian Pemanggil Hujan Suku Sasak Lombok
Ada petugas khusus yang akan melepaskan harimau dari kandang yang telah dipindahkan di tengah arena yang disebut gandek.
Biasanya, kandang harimau ini sekelilingnya ditutup dengan papan, sehingga ribuan warga tidak tahu seberapa besar harimau di dalam kerangkeng. “Pelepasan harimau dengan cara pintu kerangkeng ditarik tali dari pinggir lapangan oleh gandek,” kata Sulistyono.
Saat harimau dilepas di tengah Alun-alun Ngawi, ribuan warga yang sudah menunggu sejak pagi telah berjajar rapat membuat arena di sekeliling alun-alun.
Mereka telah membuat barisan rapat dengan senjata tombak yang mengarah ke arah harimau yang telah dilepaskan dari kandang.
Keigatan rampogan selain sebagai hiburan bagi pejabat penting Belanda dari Residen Madiun, Bupati dan pejabat penting lainnya juga dimanfaatkan oleh warga biasa untuk uji pamer senjata tombak yang mereka miliki.
Baca juga: Perbedaan Tari Tradisional dengan Tari Kreasi Baru
Di dalam buku Ngawi Tempo Doeloe, juga diceritakan bagaimana penulis buku kuno tersebut juga ikut serta dalam rampogan dengan membawa senjata tombak miliknya. Masyarakat pada waktu itu percaya sekali jika tombak maupun trisula milik mereka memiliki tuah.