KOMPAS.com - Viral di media sosial sebuah video yang memperlihatkan seorang pria membuang dan menendang sesajen makanan di lokasi erupsi Gunung Semeru, Lumajang, Jawa Timur.
Baca juga: Viral, Video Pria Tendang Sesajen Tradisi Ruwatan di Lokasi Erupsi Gunung Semeru, Polisi Buru Pelaku
Sesajen yang dibuang itu diduga berasal dari tradisi ruwatan warga Sumbersari, Lumajang.
Ruwatan merupakan salah satu ritual penyucian yang masih dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Jawa dan Bali.
Baca juga: Ruwatan, Tradisi Jawa Pembuang Sial
Ruwat sendiri dalam bahasa Jawa sama dengan kata luwar yang berarti dilepas atau dibebaskan.
Baca juga: 5 Tradisi Unik di JawaTengah, Perang Lumpur hingga Anak Cucu Berjalan di Bawah Peti Jenazah
Sehingga Ruwatan berarti upacara untuk membebaskan atau melepaskan seseorang yang diruwat dari hukuman atau kutukan dewa yang menimbulkan bahaya.
Ruwatan merupakan upacara asal Jawa yang digunakan untuk membebaskan atau melepaskan seseorang dari hukuman atau kutukan yang membawa sial atau membahayakan.
Asal-usul adanya ruwatan adalah dari cerita pewayangan. Diceritakan ada seorang tokoh bernama Batara Guru yang beristrikan dua orang wanita, yaitu Pademi dan Selir.
Dari Pademi, dia menurunkan anak laki-laki bernama Wisnu dan dari Selir juga menurunkan anak laki-laki bernama Batarakala.
Setelah dewasa, Batarakala tumbuh menjadi seorang yang jahat. Ia kerap mengganggu anak-anak manusia untuk dimakannya.
Konon, sifat jahat Batarakala ini disebabkan oleh hawa nafsu sang ayah, Batara Guru yang tidak terkendalikan.
Dulu, Batara Guru dan Selir sedang bercengkrama mengelilingi samudera dengan menaiki punggung seekor lembu.
Tiba-tiba, hasrat seksual Batara Guru timbul dan ingin bersetubuh dengan istrinya. Namun, Selir menolak, sehingga jatuhlah air mani Batara Guru ke tengah samudera.
Air mani ini kemudian berubah menjelma menjadi raksasa yang dikenal dengan nama Batara Kala.
Konon katanya, Batara Kala meminta makanan yang berwujud manusia kepada Batara Guru. Batara Guru pun mengizinkan dengan syarat manusia yang ia makan adalah wong sukerta.
Wong Sukerta adalah orang-orang yang mendapat kesialan, contohnya anak tunggal. Oleh sebab itu, setiap anak tunggal harus diruwat agar terhindar dari malapetaka dan kesialan.
Dalam melakukan tradisi Ruwatan, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu sajen. Sajen adalah makanan dan benda lain seperti bunga yang digunakan sebagai sarana komunikasi atau interaksi dengan makhluk tak kasat mata atau ghaib.
Dalam tradisi Ruwatan, ada beberapa sajen yang diperlukan saat akan memulai upacara Ruwatan.
Sajen yang digunakan dalam Ruwatan tidak hanya berupa makanan, tetapi ada juga benda-benda lain, seperti bunga, padi, kain, dan masih banyak lagi lainnya.
Macam-macam sajen dalam upacara Ruwatan terdiri dari
Makna Tradisi Ruwatan adalah meminta dengan sepenuh hati agar orang yang diruwat dapat lepas dari petaka dan memperoleh keselamatan.
Oleh sebab itu, upacara Ruwatan dilakukan untuk melindungi manusia dari segala macam bahaya yang ada di dunia.
Sampai saat ini, tradisi Ruwatan masih dipercayai oleh sebagian besar masyarakat karena berpengaruh pada keselamatan anak tunggal dan keluarganya.
Selain itu, masyarakat juga ingin melestarikan adat istiadat yang sudah turun-temurun dilakukan oleh masyarakat Jawa.(Penulis : Verelladevanka Adryamarthanino|Editor : Nibras Nada Nailufar)
Referensi: Suanti, Jijah Tri. (2020). Tradisi Ruwatan Jawa pada Masyarakat Desa Pulungdowo Malang. Jurnal Satwika: Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial. Vol. 4 No.2. Oktober 2020.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.