Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Angka Putus Sekolah di Lumajang Capai 1.739, Bupati: Anak Pilih Kerja di Tambang

Kompas.com, 25 September 2025, 16:45 WIB
Miftahul Huda,
Icha Rastika

Tim Redaksi

LUMAJANG, KOMPAS.com - Bupati Lumajang Indah Amperawati angkat bicara perihal tingginya angka putus sekolah di kota yang dipimpinnya.

Menurutnya, banyak anak di Lumajang yang memilih bekerja di tambang ketimbang bersekolah.

Data Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lumajang memaparkan, total ada 1.739 anak yang putus sekolah sepanjang tahun ajaran 2023/2024.

Dari jumlah di atas, sebanyak 392 di antaranya berhenti di jenjang sekolah dasar (SD).

Baca juga: 1.739 Anak di Lumajang Putus Sekolah, Ini Langkah Pemkab

Adapun sisanya, sekitar 1.347 putus sekolah saat menempuh jenjang pendidikan sekolah menengah pertama (SMP).

Sebaran tertinggi berada di Kecamatan Candipuro, Pasirian, hingga Randuagung.

Indah menyampaikan, salah satu penyebab tingginya angka putus sekolah di Lumajang adalah faktor ekonomi.

Namun, faktor ekonomi yang dimaksud bukan hanya soal keterbatasan biaya sekolah, melainkan anak-anak tergiur dengan pendapatan yang bisa dibawa pulang saat mereka memilih bekerja di tambang pasir.

"Jadi ada beberapa wilayah yang cukup tinggi putus sekolah, saya menengarai penyebabnya adalah mereka ingin segera bekerja, khususnya yang berada di sekitar tambang dan perkebunan," kata Indah di Lumajang, Kamis (25/9/2025).

Alasan tersebut bukan tidak berdasar. Data menunjukkan, kecamatan dengan angka putus sekolah tinggi yakni wilayah pertambangan dan perkebunan.

"Candipuro dan Pasirian memang tinggi karena wilayah tambang banyak yang mau kerja daripada sekolah, kemudian Randuagung ini perkebunan," ucap dia. 

Menurut Indah, sehari bekerja di tambang, mereka bisa membawa pulang uang antara Rp 150.000-Rp 200.000.

Baca juga: Pemprov Kalteng Siapkan Bantuan Pendidikan untuk Pelosok, Gubernur: Tak Boleh Ada Anak Putus Sekolah

Jika anak-anak bekerja penuh selama 30 hari, mereka bisa meraup uang antara Rp 4,5 hingga 6 juta.

"Kalau tambang itu kan dia upahnya sehari bisa Rp 150.000-200.000, nah ini kan cukup menggiurkan untuk anak-anak sampai akhirnya lebih pilih kerja dibanding sekolah, apalagi dukungan dari orang tua kurang," ujarnya.

Untuk mengatasi hal itu, Indah meminta kepada semua elemen untuk aktif mengingatkan satu sama lain tentang pentingnya sekolah.

Sebab, Indah meyakini, setiap anak memerlukan perbaikan kualitas hidup agar lebih nyaman di hari tuanya.

"Ini yang harus kita kerjakan segera, toh mereka tidak akan jadi kuli tambang seterusnya, mereka butuh perbaikan kualitas hidup mereka," kata dia. 

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau