MALANG, KOMPAS.com - Pelaku usaha penggilingan padi di Kota Malang, Jawa Timur, terpaksa mengurangi aktivitas produksi.
Kondisi ini disebabkan oleh menipisnya ketersediaan gabah setelah akhirnya masa panen pada Agustus lalu.
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (Dispangtan) Kota Malang, Slamet Husnan.
Ia mengatakan bahwa situasi ini merupakan siklus tahunan yang wajar.
Baca juga: Saat Petani Palopo Melawan Kemarau, Sehari Semalam Memompa Air demi Padi Tak Mati
Menurutnya, pasokan gabah bagi para pengusaha penggilingan akan kembali normal saat musim panen tiba.
Dengan meningkatnya ketersediaan gabah, ia optimistis kegiatan penggilingan padi akan berjalan normal kembali.
"Stok gabah saat ini memang menurun karena masa panen raya telah usai. Namun, kami perkirakan pada November dan Desember 2025 mendatang, saat masa panen dimulai, pasokan akan kembali melimpah," kata Slamet pada Senin (15/9/2025).
Menanggapi informasi mengenai harga jual gabah di tingkat petani yang melampaui harga eceran tertinggi (HET) sebesar Rp 6.500 per kilogram, Slamet Husnan justru menyambut baik hal tersebut.
Menurutnya, harga yang lebih tinggi merupakan keuntungan dan bentuk apresiasi atas kerja keras petani.
"Tidak masalah (dijual di atas HET), itu malah keuntungan bagi petani," ujarnya.
Baca juga: Penggilingan Padi Besar Bakal Dibatasi Beli Gabah di Petani
Ia mengatakan bahwa HET Rp 6.500 sudah menjadi angka yang sangat membantu petani untuk menutupi biaya produksi, mulai dari pembelian benih, pengolahan lahan, pupuk, dan biaya panen.
Kualitas gabah di Kota Malang yang dinilai baik menjadi salah satu faktor yang memungkinkan harga jualnya lebih tinggi, bahkan mencapai Rp 7.000 hingga Rp 7.200 per kilogram.
"Dengan harga tersebut, jerih payah petani selama kurang lebih 100 hari merasa terbayarkan," kata Slamet.
Ia menepis anggapan bahwa kenaikan harga gabah disebabkan oleh monopoli dari Bulog.
Menurutnya, harga yang terbentuk saat ini murni merupakan mekanisme pasar yang menguntungkan petani, sejalan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.
Baca juga: Saat Petani Palopo Melawan Kemarau, Sehari Semalam Memompa Air demi Padi Tak Mati
Dispangtan Kota Malang juga optimistis target produksi gabah pada musim panen akhir Desember 2025 akan mencapai 15.000 ton.
Meskipun demikian, jumlah tersebut masih belum mampu mencukupi total kebutuhan gabah Kota Malang yang mencapai 40.000 hingga 45.000 ton per tahun.
Ia juga menekankan peran vital Bulog dalam menjaga ketersediaan dan stabilitas pasokan beras untuk masyarakat di tengah defisit produksi lokal tersebut.
"Kota Malang memang bukan kota produsen utama, sehingga kerja sama antar daerah menjadi kunci untuk memenuhi kebutuhan pangan," kata Slamet.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang