PASURUAN, KOMPAS.com - Fenomena sound horeg di sejumlah daerah di Jawa Timur masih sering digelar.
Padahal paparan suara dentuman bass dengan volume yang keras sound horeg menjadi pemicu utama tuli permanen dalam jangka panjang.
Hal tersebut disampaikan Rani Maharyati, dokter spesialis THT di RSUD Bangil dan RSI Masyithoh Bangil, Kabupaten Pasuruan.
Dia menjelaskan ambang batas aman suara telinga manusia menurut WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) maksimal 70 desibel (dB).
Sementara sound horeg yang kerap digelar di acara keramaian di beberapa bulan terakhir ini dipastikan lebih dari 70 desibel.
Jika di atas ambang batas tersebut maka berpotensi merusak kesehatan pendengaran manusia.
”Jika ada pernah bermain di arena time zone saja, kalau lebih dari 100 dB bisa berdampak,” kata Rani, Kamis (14/8/2025).
Baca juga: Bupati Lumajang Pertimbangkan Budaya Lokal Masuk dalam Pertunjukan Sound Horeg
Maka dari itu, dia menyarankan jika ada pertunjukan keramaian atau karnaval yang menggunakan sound sebaiknya agar menghindari.
Karena paparan kebisingan tidak bisa dibiarkan terlalu lama, kemampuan telinga terhadap penerimaan suara juga ada batasnya.
Dan jika dibiarkan maka akan mengalami gangguan telinga dalam jangka panjang.
"Paparan kebisingan seperti sound horeg secara perlahan merusak sel rambut di telinga dalam, yang fungsinya untuk mengirim sinyal suara ke otak,” katanya.
Baca juga: Pemprov Jatim Terbitkan SE Atur Sound Horeg, Pengusaha Tetap Banjir Order untuk Karnaval
Untuk itu, jika ada suara lebih dari 100 dB yang diterima oleh telinga tidak bisa lebih dari 2 jam maka secara perlahan dapat mempengaruhi fungsi pendengaran pada telinga.
Sedangkan pertunjukan sound horeg yang biasa digelar lebih dari dua jam.
Dia juga menambahkan bahwa dampak kebisingan yang dirasakan akibat sound horeg berbeda dengan suara ledakan bom yang bisa langsung menyebabkan tuli seketika.
”Memang dampak paparan kebisingan itu tidak bisa dirasakan dampaknya satu atau dua hari tapi dalam waktu bertahun-tahun. Baru setelah 5 tahun kemungkinan besar akan turun pendengarannya,” jelasnya.
Baca juga: Pengusaha Sound Horeg Brewog Klaim Selalu Kantongi Izin: Kalau Nggak Ada, Siapa yang Tanggung Jawab?