MAGETAN, KOMPAS.com – Anggota DPR RI Komisi IV Fraksi PKS, Riyono Caping mempertanyakan gula rafinasi yang beredar di pasaran.
Secara aturan, gula tersebut harusnya untuk industri makanan dan minuman, tetapi ternyata bocor ke pasar tradisional.
Peredaran gula rafinasi di pasaran membuat gula petani menumpuk di gudang pabrik gula dan tak laku dijual.
“Hampir 700.000 ton gula petani di pabrik gula pemerintah dan swasta belum ada yang membeli. Kondisi ini membuat petani berteriak keras agar gula petani segera dibeli dan menghentikan peredaran gula rafinasi di pasar rakyat,” ujarnya melalui pesan singkat pada Selasa (12/8/2025).
Baca juga: Dukung Penegakan Hukum, Kemenperin Jaga Peredaran Gula Rafinasi
Riyono menduga, membanjirnya gula rafinasi di pasar diolah dengan campuran tertentu yang membuat seolah-olah menjadi gula kristal putih yang bisa dikonsumsi oleh rakyat.
“Gula rafinasi merusak gula petani, yang ada di pasar tarik dan peruntukan bagi industri. Jangan berkedok gula kristal putih, lalu masuk pasar tradisional dan menguasai pasar kecil,” ujar Riyono.
Membanjirnya gula rafinasi di pasaran, menurut Riyono, diduga akibat masuknya hampir 200.000 ton gula rafinasi impor “gelap” yang melebihi kebutuhan rafinasi untuk industri makanan dan minuman. Hal ini membuat petani tebu sengsara.
Riyono mempertanyakan izin impor gula rafinasi yang seharusnya dihentikan oleh pemerintah.
“Kita tidak anti-impor, tetapi momennya saat ini kurang tepat. Kenapa diperbolehkan impor? Untuk siapa gula rafinasi ini? Harusnya dihentikan dan tidak diizinkan oleh pemerintah. Saat ini gula petani belum laku dijual,” ucapnya.
Baca juga: Curi 1,7 Ton Gula Rafinasi, Komplotan Bajing Loncat di Cilegon Dibekuk
Tidak lakunya gula petani, menurut politikus PKS tersebut, berdampak pada nasib petani tebu yang semakin kesulitan dalam permodalan untuk menanam tebu di musim tanam tahun 2025.
“Kasihan petani dan para pedagang tebu kita, modal mereka ada yang berutang bank. Semakin lama tidak laku gula mereka, maka semakin besar utang dan bunga yang ditanggung oleh mereka para petani dan pedagang tebu,” kata dia.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang