SUMENEP, KOMPAS.com - Pemerintah Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, hingga saat ini belum memiliki data mengenai luas lahan milik petani yang mengalami gagal tanam tembakau.
Hal ini terungkap pada Senin (23/6/2025) saat Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Sumenep, Chainur Rasyid, menyatakan bahwa pihaknya belum menerima laporan resmi terkait kondisi lahan tembakau pada musim tanam tahun ini.
"Laporan terkait kondisi lahan tembakau biasanya diterima melalui sistem Basis Informasi Perkebunan (BIP). Namun, hingga akhir bulan Juni, belum ada satu pun laporan yang masuk," ungkap Chainur Rasyid kepada Kompas.com di Sumenep.
Baca juga: Cuaca Tak Menentu, Harapan Petani Tembakau Sumenep Kembali Layu
Chainur menambahkan, tidak adanya laporan tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor.
Salah satu di antaranya adalah banyak petani tembakau yang memilih untuk tidak melapor ketika mengalami gagal tanam.
"Biasanya kalau ada kendala di lapangan, seperti gagal tanam, petani atau penyuluh lapangan akan melapor lewat BIP. Tapi sampai sekarang belum ada," tambahnya.
Para petani cenderung langsung melakukan tanam ulang secara mandiri tanpa melibatkan pihak dinas.
"Kalau gagal tanam, biasanya langsung ditanam ulang tanpa melapor," ujar Chainur.
Meskipun tidak ada laporan resmi, pihak DKPP tetap membuka ruang pelaporan bagi petani atau kelompok tani yang ingin melaporkan kendala di lapangan, termasuk masalah gagal tanam tembakau.
Baca juga: Didesak Hentikan Survei Seismik Migas, Pemkab Sumenep Mengaku Tak Punya Kewenangan
Hingga pertengahan Juni 2025, tercatat sekitar 16.000 hektar lahan telah ditanami tembakau dari total potensi keseluruhan seluas 25.000 hektar.
Sebelumnya, sejumlah warga di Kecamatan Ganding dan Kecamatan Gapura melaporkan telah mengalami gagal tanam tembakau hingga tiga kali akibat curah hujan yang tidak menentu.
Para petani mulai merugi karena sebagian besar dari mereka telah lebih dulu menggarap lahan dan menanam bibit tembakau, berharap musim kemarau segera tiba.
Namun, hujan yang masih turun dengan intensitas tinggi, bahkan di masa yang seharusnya sudah memasuki musim kering, membuat bibit tembakau yang baru ditanam mati terendam air.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang