SUMENEP, KOMPAS.com - Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi BEM Sumenep (Bemsu) melakukan aksi unjuk rasa di Kantor Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, Kamis (17/4/2025).
Aksi unjuk rasa ini dilatarbelakangi dugaan adanya "mark up" data kemiskinan yang tercatat dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) di Dinsos P3A setempat.
Sebab, jumlah warga miskin yang terdata di DTKS Dinsos P3A berbeda jauh dengan data yang dimiliki oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sumenep.
Baca juga: Data Kemiskinan Akan Terkonsolidasi di BPS, Mensos: Sesuai Arahan Presiden
BPS mencatat, jumlah warga miskin di Kabupaten Sumenep sebanyak 196.420 jiwa.
Namun, DTKS di Dinsos P3A mencapai 647.000 jiwa.
"Mungkin Dinsos P3A sengaja menaikkan (data kemiskinan) sebagai upaya meraup keuntungan yang nantinya didistribusikan kepada sekelompok orang guna menjalin relasi kuasa," kata Hidayat dalam rilis tertulisnya di Sumenep.
Hidayat menyampaikan, timpangnya data kemiskinan dari kedua lembaga tersebut menimbulkan kecurigaan karena keduanya merupakan lembaga yang bertanggung jawab atas kesejahteraan sosial.
"Tentu ada banyak kemungkinan di balik perbedaan signifikan data kemiskinan di atas, yang pasti, tidak adanya akurasi data jelas mengancam distribusi kebutuhan kepada yang berhak menerimanya," kata dia.
Dalam aksi tersebut, sejumlah korlap bergantian melakukan orasi di atas mobil komando.
Secara umum, mahasiswa menuding bahwa Dinsos P3A telah melakukan kejahatan.
Selain berorasi, mahasiswa membentangkan spanduk kecaman dan sindiran terkait dugaan mark up data kemiskinan tersebut.
Baca juga: Mensos Gus Ipul Ajak Pemda Bersinergi dalam Pemutakhiran Data Kemiskinan
Sempat terjadi saling dorong antara mahasiswa dan aparat kepolisian yang mengamankan aksi unjuk rasa tersebut.
Sebab, mahasiswa kecewa karena tidak ditemui kepala Dinsos P3A setempat.
Karena kecewa, mahasiswa juga membakar ban dan menutup akses jalan dari kedua arah di depan kantor tersebut.
Setelah aksi unjuk rasa, Sekretaris Dinsos P3A, Kusmawti menanggapi ketimpangan jumlah data kemiskinan tersebut.
"Saya kira perbedaan data itu wajar, karena bisa karena perbedaan waktu," kata Kusmawati.
"Misalnya data yang kami Dinsos P3A pada bulan Desember, mereka (mahasiswa) menerima data di BPS misalnya Maret, otomatis ada perbedaan. Jangankan beda bulan, beda hari saja bisa berbeda datanya. Jadi wajar," ujarnya.
Baca juga: Budiman Sudjatmiko Sambangi Kantor Kemensos, Cek Data Kemiskinan
Dinsos P3A mengakui, dari ratusan ribu warga yang masuk kategori miskin, yang terlayani masih terbatas.
"Memang warga miskin yang terlayani baru sekitar 30 persen," ucap dia.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang