Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fenomena Kobra Masuk Rumah: Perburuan Biawak Jadi Faktor Naiknya Populasi Ular

Kompas.com, 24 Maret 2025, 07:54 WIB
Fitri Anggiawati,
Icha Rastika

Tim Redaksi

BANYUWANGI, KOMPAS.com - Ditemukannya ular kobra di permukiman penduduk, terutama saat musim hujan melanda, memicu kekhawatiran masyarakat.

Meski sebetulnya, ular juga cukup berjasa dalam menjaga ekosistem, mulai dari mengendalikan populasi hama, seperti tikus, kelinci, burung kecil, kadal, dan serangga, hingga berkontribusi pada keberlangsungan produksi pangan.

Ditemukannya ular kobra di permukiman tak mengagetkan bagi Dicky Dwi Cahya, relawan dari BRC (Banyuwangi Reptile Community) Banyuwangi, Jawa Timur, satu-satunya komunitas penyelamatan reptil yang ada di wilayah ujung Pulau Jawa itu.

Baca juga: Tips Rumah Bebas Ular Saat Ditinggal Mudik

Pria yang akrab disapa Cak Brenk itu mengatakan, ada banyak hal yang menyebabkan ular kobra kian marak ditemukan di tempat tinggal manusia.

Selain musim yang datang tak menentu, juga disebabkan oleh pembangunan permukiman padat penduduk, yang menyebabkan habitat ular semakin terhimpit oleh manusia.

“Tapi ada alasan lain juga yang bisa jadi indikator meningkatnya ular kobra di sebuah kawasan adalah ketika populasi biawak berkurang,” ucap Dicky, Minggu (23/3/2025).

Pria 32 tahun yang telah menyukai dan mempelajari hewan melata sejak usia dini itu mengatakan bahwa manusia turut bertanggung jawab terkait hal tersebut.

Menurut Dicky, saat ini banyak orang yang memburu biawak. Padahal, biawak merupakan pemakan telur ular sehingga bisa mengendalikan populasi ular.

Tak hanya memakan biawak dengan menjadikannya berbagai jenis hidangan, biawak juga banyak diburu manusia hanya untuk kesenangan.

“Banyak saya temui. Kadang hanya buat sensasi nembak. Kalau sudah begitu, saya peringatkan,” ujarnya.

Baca juga: Rumah Jadi Sarang Kobra? Begini Cara Usir Ular yang Benar, Bukan Pakai Garam

Dicky menuturkan, para pemburu yang diingatkannya bahkan terang-terangan mengatakan bahwa mereka hanya melakukan tes senapan angin dan meninggalkan begitu saja biawak yang sudah mati.

Tak mengherankan jika populasi biawak di sebuah area berkurang, akan meningkartkan peluang tingginya populasi ular. 

Kini, ia bersama komunitasnya berupaya untuk memberikan edukasi kepada masyarakat guna menjaga keseimbangan ekosistem, khususnya kepada masyarakat yang bersinggungan langsung dengan habitat ular, siswa sekolah, hingga mahasiswa.

Tak hanya itu, Dicky bersama teman-temannya juga rutin menggelar pertemuan setiap Minggu di Taman Sritanjung atau di Terminal Terpadu, Sobo.

Di sana, Dicky dan anggota BRC lainnya akan membawa hewan peliharaan yang mereka miliki untuk unjuk gigi di depan masyarakat sembari sosialisasi dan edukasi.

“Kami bawa pet kami, jika ada masyarakat yang bertanya, kami dengan senang hati menerangkan agar masyarakat juga lebih paham tentang ular,” ujarnya. 

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau