MAGETAN, KOMPAS.com-Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Magetan, Jawa Timur, menyayangkan adanya intimidasi terhadap kakak santri perempuan korban dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh anak pengasuh panti asuhan.
Kepala Dinas DP3A, Miftahudin, menyampaikan bahwa kakak korban merasa ketakutan setelah diminta menandatangani surat perdamaian di balai desa oleh sejumlah oknum yang diduga merupakan pengacara keluarga pelaku.
“Kakak korban ini ketakutan saat menelepon kami. Dia bilang diminta menandatangani surat permintaan maaf di balai desa sambil menunggu kepala desa,” ujarnya, Minggu (8/9/2024).
Baca juga: Anak Pemilik Panti Asuhan Jadi Tersangka Dugaan Penganiayaan Santri Anak
Menurut keterangan yang diterima, kakak korban diminta menandatangani perjanjian yang menyatakan keluarga korban telah memaafkan pelaku.
“Dari keterangan yang kami dapat, mereka mengaku sebagai pengacara pelaku, mengatakan bahwa keluarga korban sudah memaafkan dan ikhlas. Kakaknya sampai menangis dan mengaku ditantang terkait permintaan uang. Kami minta proses hukum dilakukan di kantor polisi, dan kakak korban tidak menandatangani surat itu,” lanjut Miftahudin.
DP3A juga menyayangkan bahwa sejumlah oknum pengacara dari keluarga pelaku sempat beberapa kali mendatangi panti asuhan tempat korban dan saksi lain dititipkan.
“Korban masih trauma, dan malah didatangi mereka. Kami melarang pertemuan itu terjadi,” tambahnya.
Sebelumnya, Polres Magetan telah menetapkan M, terduga pelaku penganiayaan terhadap santri perempuan di bawah umur, sebagai tersangka.
Baca juga: Diduga Dianiaya Anak Pemilik Panti di Magetan, Santri di Bawah Umur Trauma
Kasi Humas Polres Magetan, Iptu Agus Riyanto, mengonfirmasi bahwa status M telah dinaikkan dari saksi menjadi tersangka setelah gelar perkara dilakukan pada Jumat lalu (7/9/2024).
“Saat ini, kami masih mendalami kasus dengan memanggil sejumlah saksi terkait dugaan penganiayaan, termasuk pemukulan menggunakan selang dan baja ringan, serta pembotakan kepala korban,” jelas Agus.