KOMPAS.com - Guru memiliki peran penting meningkatkan sikap toleransi antarumat beragama di masa depan. Sebab, dia bisa menumbuhkan itu kepada para murid saat masih di bangku sekolah.
Tenaga Ahli Utama di Kantor Staf Kepresidenan RI, Siti Ruhaini Dzuhayatin mengatakan, guru memiliki tantangan berat untuk mengajarkan toleransi agama kepada para murid.
Total ada enam agama yang diakui yakni Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu. Selain itu, ada kepercayaan yang dianut oleh sejumlah masyarakat.
"Ini merupakan tantangan tersendiri untuk dapat mengelola kehidupan beragama," kata Ruhaini, saat Workshop Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB), di Surabaya, Jumat (4/5/2024).
Ruhaini mengungkapkan, tantangan memperkenalkan arti toleransi itu tidak hanya dibebankan kepada guru agama saja. Pengajar mata pelajaran lain juga memiliki kewajiban yang sama.
Oleh karena itu, kata dia, guru sekolah sekarang sudah seharusnya mengganti medote belajar. Salah satunya, memasukkan nama orang yang kerap hanya digunakan di agama tertentu.
“Biasanya guru matematika, saat mengajar hanya 5+3=8," kata Ruhaini, saat Workshop Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB), di Surabaya, Jumat (4/5/2024).
"Harusnya ini bisa ditambahkan narasi, menjadi 5 buku milik Ahmad ditambah 3 buku milik Made jadi berapa? Jadi ajak anak-anak memahami realitas sesungguhnya dari masyarakat kita,” tambahnya.
Baca juga: Menjaga Toleransi Antar-umat Beragama di Kampung Sawah Kota Bekasi...
Selain itu, guru juga bisa membuat para muridnya terbiasa dengan adanya agama lain, selain yang mereka anut. Contohnya, menggunakan nama tempat ibadah dalam setiap pertanyaan.
"Guru kimia bisa bilang, gereja warna putih, masjid warnanya hijau, kalau dicampur menjadi warna apa? Itu realitas keberagaman di sekitar kita, jadi memang tidak mengada-ada," jelasnya.
Dengan demikian, Ruhaini berharap guru di Indonesia mampu menyosialisasikan arti keberagaman agama. Supaya, para murid bisa terbiasa hidup dengan orang beragama lain.
Sementara itu Koordinator Program Alumni Institut Leimena, Daniel Adipranata, mengatakan, guru bisa belajar terlebih dahulu tentang toleransi umat beragama sebelum mempraktekannya ke murid.
Salah satunya, kata Daniel, dengan mendatangi tempat ibadah umat beragama lain. Kemudian, langkah itu bisa dilanjutkan dengan komunikasi bersama pemuka agama tersebut.
Baca juga: Menikmati Kesejukan Toleransi Antar-umat Beragama di Thekelan...
“Bagaimana guru bisa memperkenalkan murid kepada keberagaman atau pluralitas tapi mereka sendiri tidak pernah mengalaminya?" kata Daniel.
"Masyarakat kita, termasuk para guru rata-rata tumbuh dalam lingkungan sangat homogen, sehingga pengalaman keberagaman (agama) diperlukan,” tambah Daniel.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.