KOMPAS.com - Siapakah calon presiden yang akan dipilih masyarakat berlatar Nahdlatul Ulama (NU) di Pulau Madura? Sulit menjawabnya, kata pengamat. Kubu Anies Baswedan, Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo harus bertarung ketat karena polarisasi yang tajam di antara ratusan pesantren dan sosok para kiai karismatik.
Ainul Yaqin, 22 tahun, rajin memelototi debat calon presiden dan wakilnya di layar kaca selama berpekan-pekan. Hasilnya? Ainul kini sudah bulat untuk mencoblos calon idamannya — dia menyebut namanya, tentu saja.
"Saya terkesan," ujarnya, saat ditanya, kenapa dia memilih sang calon. Namun demikian, Ainul bakal mengubah pilihannya jika kiai atau pimpinan pesantren tempatnya menimba ilmu, memiliki pandangan lain.
Baca juga: Mengenal Suku Madura, dari Asal Usul hingga Tradisi
"Semisal dari pesantren itu ada [perintah memilih calon tertentu], ada kemungkinan berubah. Karena lebih ikut guru [kiai]," kata Ainul, kepada wartawan Mustofa yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Minggu (11/02).
Ainul adalah santri di Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata, Palengaan, Pamekasan, Madura. Dia sendiri berasal dari Kota Sumenep.
Belum jelas seperti apa sikap politik sang kiai, tetapi tak semua santri di sana akan bersikap seperti Ainul. Coba dengarkan pandangan Abdullah, 23 tahun.
Walaupun 'nyantri' di sana, Abdullah mengaku tetap mencoblos sesuai pilihan hatinya dan siap "berbeda pendapat" dengan pilihan sang kiai.
"Meskipun guru [kiai] lebih condong kepada nomor urut 01, 02, atau 03. Tapi saya tetap memilih sesuai dengan [keinginan] diri sendiri," ujar sang santri, yang juga tercatat sebagai mahasiswa Institut Agama Islam (IAI) Al-Khairat Pamekasan, Madura.
Bukan rahasia lagi, Madura adalah salah satu lumbung suara Nahdlatul Ulama (NU) di Jawa Timur. Pemilih berlatar nahdliyin disebut cukup dominan di pulau itu, yang ditandai antara lain kehadiran pesantren-pesantren tradisional di sana.
Baca juga: Safari Kampanye Paslon Amin di Madura Ditutup di Pesantren Syaikhona Kholil Bangkalan
Masing-masing kubu capres tentu menyadari lumbung suara menggiurkan seperti itu. Kesadaran seperti ini jelas terlihat dari pilihan kubu Anies, Prabowo dan Ganjar untuk memilih sosok yang 'berlatar' NU untuk mendongkrak suara.
Lihatlah sosok cawapres Muhaimin Iskandar yang dipilih untuk mendampingi capres Anies Baswedan. Dia adalah Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang 'identik' dengan NU.
Dari kubu capres Prabowo Subianto sejak awal berusaha meyakinkan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, yang tidak lain adalah politikus PKB sekaligus berlatar NU.
Lalu, siapa yang tidak tahu Mahfud MD, 'putra daerah' dan dikenal sebagai sosok berlatar NU kultural — dia tak pernah duduk di struktur organisasi NU. Strategi kubu Ganjar membidik pria kelahiran Sampang, Madura itu, tentu dilatari hal itu.
Surokim menyebut, keberadaan tokoh NU dan pimpinan pesantren menjadi penentu bagi masyarakat Madura dalam memilih capres dan cawapres.
"Santri pasti tetap akan tawaduk kepada kiainya, asal pesantren tetap menjadi rujukan. Kian besar pesantrennya, kian banyak pemilih yang bisa diandalkan," jelasnya.
Sebagian peneliti menyebut masyarakat Madura identik dengan nilai-nilai religiusitas. Indikasinya, biasanya, dikaitkan dengan banyaknya pesantren yang tersebar di empat kabupaten di pulau itu.
Baca juga: Iring-iringan Rombongan Anies-Muhaimin Alami Tabrakan Beruntun di Madura
Bahkan, di Kabupaten Pamekasan saja, nyaris di semua kecamatan berdiri setidaknya satu pesantren dengan jumlah santri mulai dari ratusan hingga ribuan.
Pesantren-pesantren tersebut dipimpin kiai 'kharismatik' dan suaranya didengar oleh santri dan masyarakat di sekitarnya. Kenyataan ini, tentu saja, cukup menggiurkan di mata kubu masing-masing capres.
Itulah sebabnya, tim pemenangan kubu Anies-Muhaimin di Madura mengaku berupaya merangkul mereka.
Sekretaris tim pemenangan daerah (TPD) Anies-Muhaimin Pamekasan, Mohammad Alim, mengklaim sudah mendapatkan dukungan dari sejumlah pondok pesantren besar di Pamekasan.
"Masyarakat Madura itu, lebih-lebih Pamekasan, adalah masyarakat paternalistik, di mana posisi para tokoh ulama, tokoh agama, kiai dan habaib itu menjadi pemegang kunci buat keberhasilan kampanye," kata Mohammad Alim.
Baca juga: Anies-Muhaimin Targetkan 55 Persen Suara di Madura
"Saya kira masyarakat dan umumnya santri akan takzim kepada para ulama dan masyaikh, apalagi ini memilih pemimpin," ucap Alim.
Secara terpisah, ketua tim pemenangan daerah (TPD) Prabowo-Gibran di Kabupaten Sampang, KH. Mohammad Bin Muafi Zaini mengakui sosok kiai dan pemimpin pesantren sangat penting dalam menggaet suara.
"Saya melihat memang banyaknya tokoh agama yang bergabung di 02 ini, tentunya, menjadi sebuah tambahan energi buat kami," klaim pria yang akrab disapa Ra Mamak ini.
Namun demikian, politisi Partai Golkar ini tidak sepakat bila pihaknya disebut sengaja merangkul pesantren untuk mencari dukungan. Lagi-lagi dia mengeklaim, bahwa para kiai justru hadir untuk menyokong calon mereka, karena "memiliki kesamaan visi dan punya keterikatan secara emosional".
Baca juga: Anies-Muhaimin Tiba di Sumenep, Yakin Bisa Rebut Suara Mahfud di Madura
"Kita enggak bisa bilang kemudian karena hanya didatangi terus kemudian kiainya ikut. Mereka ikut dulu, baru didatangi," ujarnya.
Adapun Sekretaris DPC PDI Perjuangan Kabupaten Pamekasan, Nadi Mulyadi mengatakan, tim pemenangan daerah (TPD) Ganjar-Mahfud di Pamekasan "tidak mau menyeret pesantren ke pusaran politik praktis". Dia mengeklaim pihaknya ingin pesantren tetap menjadi "suar bagi masyarakat".
Kendati demikian, mereka tetap melakukan pendekatan kepada kalangan NU kultural, karena dianggapnya "lebih kuat dan menguntungkan".
"Keuntungannya sangat jelas mereka tidak hanya menghibahkan dirinya sendiri, tapi paling tidak menghibahkan keluarganya, tetangganya, saudaranya dan khalayak yang ada, dan di situ akan bisa dikonversi dengan elektoral untuk Ganjar-Mahfud maupun di Pamekasan," ucap Nadi.
Latar belakang cawapres Mahfud MD yang merupakan kader NU diklaim Nadi bisa menjadi daya tarik bagi masyarakat di Kabupaten Pamekasan untuk memilih paslon nomor urut 03.
Baca juga: Hari Ini, Anies-Muhaimin Kampanye Akbar di Madura
"Prof. Mahfud sendiri adalah kader NU maka di situ akan menjadi magnet tersendiri bagi nahdliyin untuk menjatuhkan pilihannya kepada Prof Mahfud. Apalagi mayoritas di Pamekasan itu adalah kaum nahdliyin," lanjut calon anggota DPRD Kabupaten Pamekasan ini.
Pengamat politik Surokim tidak heran bila tim sukses dari masing-masing pasangan capres dan cawapres berusaha mendekati dan mencari dukungan pesantren dan tokoh-tokoh NU di Madura.
Sebab, dukungan kiai dan pesantren bisa dikonversi menjadi suara yang riil, katanya.