Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Anak Difabel Madiun: Kembangkan Batik Ramah Lingkungan, Hasilkan Cuan dan Tetap Lestarikan Alam

Kompas.com - 26/10/2023, 12:11 WIB
Muhlis Al Alawi,
Aloysius Gonsaga AE

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pagi itu sepuluh siswa Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Karangrejo-Madiun membentuk dua lingkaran di sebuah ruangan milik Panti Asih yang berada di Desa Karangrejo, Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun, Jawa Timur.

Tak sekadar membentuk lingkaran, masing-masing siswa sibuk menempel dedaunan pada sebuah kain berukuran 2 x 2,5 meter di hadapannya.

Aneka daun dengan berbagai warna dan bentuk didapatkan para siswa di area sekitar Panti Asuhan Asih yang asri karena tanaman yang rindang.

Dedaunan yang didapatkan kemudikan dikumpulkan lalu ditempel satu per satu hingga membentuk pola dan tatanan yang menarik.

Selanjutnya, kain yang sudah ditempel puluhan daun itu ditimpa satu kain lagi di atasnya.

Baca juga: Cerita Siswa SMA IAS Al- Jannah Merintis Bisnis Batik Ramah Lingkungan Anagata

 

Dua kain yang bertumpukan menjepit dedaunan kemudian ditimpa lagi dengan lembaran plastik, lalu diinjak-injak perlahan oleh para siswa agar dedaunannya menempel.

Beberapa menit kemudian, tumpukan dua kain dan plastik itu digulung perlahan hingga membentuk bulatan panjang.

Lalu, bulatan panjang itu ditekuk lagi dan diikat membentuk bulatan pendek sehingga mudah direbus.

Proses perebusan berlangsung selama dua jam. Setelah itu, gulungan kain diangkat dan dibuka, lalu dibentangkan kembali di lantai ruangan.

Plastik diangkat, dua kain yang menempel pun dipisahkan. Hasilnya, tampak jejak-jejak pola dedaunan nan indah di dua kain yang terpisah, hasil karya seni khas anak-anak difabel.

Meski berkebutuhkan khusus, sepuluh siswa SLBN Karangrejo tampak bersemangat menyelesaikan pekerjaan membatik ramah lingkungan (ramli) pada Rabu (11/10/2023).

Kesepuluh anak difabel yang tinggal di Panti Asuhan Asih itu menjadi siswa pilihan dididik dan didampingi guru untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya membatik dengan teknik ecoprint.

Dari sepuluh anak difabel, satu di antaranya adalah Choirul Dafa (19). Remaja berkebutuhan khusus ini sebatang kara karena kedua orang tuanya sudah tiada.

Saat Dafa berusia dua tahun, dia kehilangan sang ayah yang pergi untuk selama-lamanya.

Dua tahun lalu, giliran sang ibu yang tiada. Ibu Dafa meninggal dunia saat dunia dilanda pandemi Covid19.

Baca juga: Kubedistik Binaan PEP Tarakan Dorong Difabel Mandiri di Bisnis Batik Ramah Lingkungan

Mendapatkan ilmu membatik ramah lingkungan menjadi pengalaman berharga bagi Dafa.

Dafa tak merasa tabu melakukan pekerjaan tersebut meski ia seorang lelaki. Bahkan, Dafa kian giat menekuni pekerjaan membatik.

 

Terlebih, batik yang dihasilkannya berasal dari bahan-bahan yang banyak ditemukan di lingkungan sekitar.

Tak pelak, Dafa bercita-cita membuat batik sendiri untuk dijual ke pasaran. Ia akan mewujudkannya setelah lulus SLB,

“Nanti kalau saya sudah lulus saya bercita-cita bisa membatik sendiri,” kata Dafa, Rabu (11/10/2023).

Usai ditempeli dedaunan, anak-anak difabel menggulung kain lalu diikat dan dikukus dalam dandang besar selama dua jam di ruang pembuatan batik ramli di Panti Asuhan Asih, Desa Karangrejo, Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Rabu (11/10/2023).KOMPAS.COM/MUHLIS AL ALAWI Usai ditempeli dedaunan, anak-anak difabel menggulung kain lalu diikat dan dikukus dalam dandang besar selama dua jam di ruang pembuatan batik ramli di Panti Asuhan Asih, Desa Karangrejo, Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Rabu (11/10/2023).

Awalnya, Dafa mengalami kesulitan ketika diajar membatik ramah lingkungan. Kerja keras dan usaha tiada henti membuatnya bisa berkembang.

Dafa tak tak menyerah. Ia mempraktekkannya secara terus menerus sehingga lancar menjalankan seluruh prosesnya.

Bahkan ia sering mengajari teman-teman lainnya yang baru belajar membatik ramah lingkungan.

Senada dengan Dafa, Wendi yang merupakan teman sekelasnya, mengaku senang bisa membatik ramah lingkungan.

Bagi Wendi, kegiatan membatik ramah lingkungan memberikan nilai plus selama ia belajar di SLBN Karangrejo.

“Saya sangat senang dengan kegiatan seperti ini karena langsung praktek membuat batiknya,” kata Wendi.

Susah-susah gampang

Mendidik anak berkebutuhan khusus mengenal dan mempraktekkan cara membatik ramah lingkungan bukan perkara gampang. Butuh kesabaran, keuletan dan pantang menyerang.

Hal tersebut dirasakan sang guru, Sunarsih. Sosok 36 tahun ini  saban hari mendampingi anak-anak difabel membatik ramah lingkungan.

Meski banyak mengalami kendala komunikasi, ia ulet dan sabar membimbing anak-anak difabel di SLB Karangrejo sehingga mereka mulai terampil membatik ramli.

Baca juga: Cerita Hanna, Warga Taiwan yang Ajak Kedua Anaknya Belajar Membatik di Semarang

“Mendampingi anak-anak itu memang susah-susah gampang. Tetapi saat ini yang saya rasakan banyak senangnya saat mendampingi anak-anak."

"Memang biasanya kendala itu terkadang sulit komunikasi dengan sama anak-anak,” jelas Sunarsih.

Guna memudahkan anak-anak difabel terampil membatik ramli, Sunarsih mengajak mereka praktek.

Anak-anak difabel diajak mencari daun yang memiliki motif dan warna bagus untuk ditempel di kain batik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

9 Remaja Ditangkap usai Culik dan Aniaya Pemuda di Surabaya

9 Remaja Ditangkap usai Culik dan Aniaya Pemuda di Surabaya

Surabaya
Pencuri Besi Penambat Rel KA Ditangkap di Pasuruan, Puluhan Barang Bukti Diamankan

Pencuri Besi Penambat Rel KA Ditangkap di Pasuruan, Puluhan Barang Bukti Diamankan

Surabaya
Begal Payudara di Situbondo Tertangkap Warga, Pelaku Terancam 9 Tahun Penjara

Begal Payudara di Situbondo Tertangkap Warga, Pelaku Terancam 9 Tahun Penjara

Surabaya
Komplotan Pencuri Ban Serep Ditangkap Polisi di Tol KLBM

Komplotan Pencuri Ban Serep Ditangkap Polisi di Tol KLBM

Surabaya
Remaja Korban Pemerkosaan di Banyuwangi Diminta Menikahi Pelaku, Pemkab: Tak Boleh Terjadi

Remaja Korban Pemerkosaan di Banyuwangi Diminta Menikahi Pelaku, Pemkab: Tak Boleh Terjadi

Surabaya
Plafon Ruang Kelas SDN di Magetan Ambrol, 3 Tahun Tak Ada Perbaikan

Plafon Ruang Kelas SDN di Magetan Ambrol, 3 Tahun Tak Ada Perbaikan

Surabaya
Mobil Terbakar di Parkiran RS Kertosono, Pemicunya Diduga 'Powerbank'

Mobil Terbakar di Parkiran RS Kertosono, Pemicunya Diduga "Powerbank"

Surabaya
Pria Ini Curi iPhone 11 dan Minyak Angin untuk Biaya Persalinan Istrinya

Pria Ini Curi iPhone 11 dan Minyak Angin untuk Biaya Persalinan Istrinya

Surabaya
Lembah Mbencirang di Mojokerto: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

Lembah Mbencirang di Mojokerto: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

Surabaya
Memaksa Minta Donasi untuk Palestina, 2 WNA Diamankan Imigrasi

Memaksa Minta Donasi untuk Palestina, 2 WNA Diamankan Imigrasi

Surabaya
Balon Udara Jatuh dan Meledak di Pacitan, Ketua RT: Suara Terdengar sampai 1 Km

Balon Udara Jatuh dan Meledak di Pacitan, Ketua RT: Suara Terdengar sampai 1 Km

Surabaya
Balon Udara Jatuh dan Meledak di Rumah Warga Pacitan, 4 Orang Luka

Balon Udara Jatuh dan Meledak di Rumah Warga Pacitan, 4 Orang Luka

Surabaya
Mantan Kades Tersangka Korupsi Dana Desa di Situbondo Kembalikan Uang Rp 287 Juta

Mantan Kades Tersangka Korupsi Dana Desa di Situbondo Kembalikan Uang Rp 287 Juta

Surabaya
KPU Kota Madiun Tetapkan 30 Caleg Terpilih, Tak Ada Parpol yang Bisa Usung Sendiri Calon pada Pilkada 2024

KPU Kota Madiun Tetapkan 30 Caleg Terpilih, Tak Ada Parpol yang Bisa Usung Sendiri Calon pada Pilkada 2024

Surabaya
Pabrik Sepatu Pailit, Nasib 395 Buruh di Kabupaten Madiun Terkatung-katung karena Tunggakan Gaji Tak Kunjung Dibayar

Pabrik Sepatu Pailit, Nasib 395 Buruh di Kabupaten Madiun Terkatung-katung karena Tunggakan Gaji Tak Kunjung Dibayar

Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com