BANYUWANGI, KOMPAS.com - Siapa yang tak kenal pencak silat, seni beladiri tradisional asli Indonesia yang sudah mendunia.
Di Indonesia, ada begitu banyak perguruan dan aliran ilmu beladiri pencak silat. Di setiap daerah biasanya punya ciri khas.
Seperti di Banyuwangi, Jawa Timur misalnya. Kabupaten ini mempunyai tradisi seni bela diri yang masih dilestarikan hingga saat ini, yaitu Pencak Sumping.
Tradisi yang dimulai sejak era kolonial Belanda ini ditampilkan pada setiap peringatan Hari Raya Idul Adha, secara turun temurun, lintas generasi. Tradisi ini jadi hiburan masyarakat.
Baca juga: 7 Gunungan Diarak Saat Tradisi Grebeg Besar Keraton Yogyakarta
Atraksi pencak silat ini digelar dengan irin-iringan musik tradisional dengan irama rancak, yang diikuti oleh anak-anak hingga warga lanjut usia.
Mereka menampilkan jurus-jurus pencak silat, baik dengan tangan kosong maupun dengan senjata. Para pesilat ini tampil lincah dan penuh semangat.
Salah satu pelestari Pencak Sumping asal Dusun Mondoluko, Desa Tamansuruh, Kecamatan Glagah, adalah Rahayis.
Dia mengaku sudah puluhan belajar ilmu beladiri tradisional Pencak Sumping.
"Alhamdulillah, terus kami lestarikan," kata Rahayis kepada Kompas.com, Jumat (30/6/2023).
Nama Pencak Sumping, diambil dari nama makanan suguhan pada masa itu yang mengiringi para pendekar saat berlatih.
Sumping merupakan makanan tradisional dari pisang berbalut adonan tepung yang dikukus.
"Jadi makanan itu jadi suguhan para tamu," ujar Rahayis.
Tak hanya itu, saat atraksi duel dua pendekar silat, sumping juga digunakan untuk pengakuan kemenangan.
"Biasanya pendekar yang menang akan menyumpal mulut lawan yang kalah dengan kue sumping," tutur dia.
Baca juga: Ketupat Daun Pandan, Tradisi Leluhur Masyarakat Gowa
Menurut Rahayis, Pencak Sumping tidak terlepas dari cerita asal muasal dari Dusun Mondoluko.