"Pada zaman kolonial dulu, Buyut Ido tersebut terluka (luko) saat melawan Belanda sampai terkoyak (modol-modol)," ungkap Rahayis.
Saat itu berbagai kalangan mulai anak-anak hingga orang dewasa langsung mempelajari ilmu bela diri pencak silat.
Dari cerita tersebut kemudian muncul dasar penamaan Dusun Mondoluko.
Rahayis menjelaskan, tradisi Pencak Sumping tersebut digelar beriringan dengan tradisi Ider Bumi, atau selamatan bersih desa oleh warga setempat.
"Selamatan ini berlangsung setiap Idul Adha. Dimana warga melakukan Ider Bumi dengan mengumandangkan adzan serta membaca istighfar, keliling kampung," tandas Rahayis.
Baca juga: Tradisi Hadrat di Baubau Saat Idul Adha, Arak Hewan Sebelum Disembelih dengan Lantunan Shalawat
Pelaksana Harian Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Banyuwangi Choliqul Rido mengapresiasi tradisi Pencak Sumping tersebut.
Anak-anak warga Dusun Mondoluko, Desa Tamansuruh, Kecamatan Glagah, saat memperagakan gerakan Pencak Sumping, Kamis (29/6/2023).Rido menyebut jika tradisi Pencak Sumping istimewa. Sebab merupakan seni bela diri yang dikemas dalam atraksi pertunjukkan yang unik dan tidak ada di daerah lain.
"Yang bikin lebih semakin menarik kan simbolis kue sumping sebagai kemenangan dari si pendekar tersebut. Selain juga nilai historisnya," ungkap Rido.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang