SURABAYA, KOMPAS.com - Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi berjanji memberi bantuan pendampingan psikologi hingga pekerjaan, kepada salah satu korban ambruknya Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Sidoarjo, yakni Nur Ahmad.
Adapun Nur Ahmad merupakan korban yang tangan kirinya harus diamputasi di lokasi, ketika proses evakuasi dari reruntuhan Ponpes Al Khoziny pada Senin (29/8/2025) malam.
"Jadi kita melakukan pendampingan psikis, kita lakukan pendampingan keluarga, terutama psikis dulu," kata Eri, di Gedung Sawunggaling Pemkot Surabaya, pada Selasa (14/10/2025).
Eri mengatakan, korban tidak bisa menjalani kehidupannya secara normal setelah mengalami tragedi tersebut. Oleh karena itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya memberi intervensi.
"Setelah psikis ini nanti dikurangi bisa kembali normal, baru kita lakukan pendampingan yang untuk lainnya. Karena otomatis mohon maaf, kalau sudah seperti ini kan dalam keadaan tidak normal," ucapnya.
Di sisi lain, kata Eri, Pemkot Surabaya harus berkoordinasi dulu dengan pihak keluarga korban terkait bantuan itu.
Namun, dia ingin santri tersebut bisa sekolah hingga lulus dan mendapat pekerjaan.
"Maka pekerjaannya harus segera dipikirkan juga, bagaimana dia tetap bisa sekolah sampai dia lulus dan dia setelah itu bekerja. Nanti kita diskusikan dengan keluarganya," ucap dia.
Sebelumnya, Nur Ahmad menceritakan terjadinya tragedi ambruknya Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, yang membuat tangannya harus diamputasi di lokasi kejadian.
Baca juga: Saat Tim SAR Menyesal karena Tak Bisa Selamatkan Santri dari Reruntuhan Ponpes Al Khoziny
Ahmad mengatakan, tidak merasa ada kejanggalan sebelum peristiwa itu terjadi, Senin (29/9/2025). Namun, bangunan mushala tersebut secara tiba-tiba ambruk hingga menimpa santri.
"Rakaat kedua (kejadiannya bangunan Ponpes Al Khoziny). Langsung jatuh (betonnya)," kata Ahmad, saat menjalani perawatan di RSUD RT Notopuro Sidoarjo, Jumat (3/10/2025).
Pemuda tersebut mengaku tidak bisa melarikan diri ketika sejumlah batu berjatuhan dari atap.
Sebab, tangannya sudah tidak bisa digerakkan setelah tertimpa beton bangunan Ponpes Al Khoziny.
"Enggak bisa (menyelamatkan diri), langsung kena tangan. Enggak (tahu sebelah ada siapa) enggak melihat mukanya, jadi waktu ruku, langsung tiarap (setelah ada reruntuhan)," ucap dia.
Kemudian, Ahmad yang mendengar suara petugas evakuasi langsung menyambutnya dengan teriakan. Akhirnya, santri tersebut ditemukan oleh tim medis di reruntuhan bangunan.
"Iya saya teriak minta tolong, ada (petugas) yang mendengar bertahannya (di reruntuhan itu) dari sore sampai malam. Ya sakit (ketika disuntik bius), katanya harus tenang," ucapnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang