SIDOARJO, KOMPAS.com - Berjalan dua hari pencarian korban reruntuhan mushala Pondok Pesantren Al Khoziny Buduran Sidoarjo, Jatim, tercatat total 102 korban dievakuasi dan 3 orang meninggal dunia hingga Selasa (30/9/2025).
Bangunan yang difungsikan sebagai mushala tiga lantai di area asrama putra Ponpes Al Khoziny Sidoarjo ini ambruk dan menimpa para santri saat sedang melakukan shalat ashar sekitar pukul 15.00 WIB, Senin (29/9/2025).
Kantor SAR Kelas A Surabaya mencatat, korban yang dievakuasi sebanyak 102 orang. Sebanyak 11 di antaranya dievakuasi oleh petugas, sedangkan lainnya evakuasi mandiri.
Semua korban dibawa ke Rumah Sakit Notopuro, Rumah Sakit Delta Surya, dan Rumah Sakit Siti Hajar.
Baca juga: Santri yang Masih Terjebak di Ponpes Al Khoziny Beri Sinyal dari Dalam Reruntuhan
Namun, sebagian besar sudah dibawa kembali ke rumah.
Sementara itu, korban yang dinyatakan meninggal dunia berjumlah tiga orang.
Pertama, Maulana Ibrahim (15), warga Bangkalan yang berdomisili di Surabaya pada Senin (29/9/2025).
Kedua, Mashudul Haq (14) asal Surabaya. Ketiga, Muhammad Sholeh (22) asal Bangka Belitung yang meninggal di Rumah Sakit Notopuro Sidoarjo pada Selasa (30/9/2025).
Kepala Kantor SAR Kelas A Surabaya, Nanang Sigit, yakin masih terdapat santri yang berada di dalam reruntuhan dengan kondisi hidup.
“Kami meyakini bahwa masih ada yang bisa selamat dan yang terakhir ini justru kami masih bisa berkomunikasi,” kata Nanang kepada awak media, Selasa (30/8/2025).
Baca juga: 3 Santri Meninggal dalam Tragedi Mushala Ponpes Al Khoziny, Menag: Insya Allah Syahid
Diperkirakan, sebanyak 38 santri masih terjebak dalam reruntuhan puing-puing bangunan.
Petugas mengupayakan proses pencarian dengan kewaspadaan tinggi untuk mengurangi risiko kerawanan runtuh susulan.
Hanya petugas SAR gabungan yang melakukan evakuasi yang bisa masuk ke area lokasi.
Petugas melakukan sterilisasi area hingga 50 meter dari gerbang depan asrama putra agar tidak mengganggu konsentrasi proses pencarian.
“Untuk steril area kami perluas yang tadinya mereka menonton di depan bangunan, ternyata tim kami yang ada di bawah reruntuhan sangat riskan mendengar sesuatu yang ramai,” ucap Nanang.