SITUBONDO, KOMPAS.com - Angka stunting anak di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, mengalami kenaikan signifikan dari 4,1 persen menjadi 10,6 persen. Kenaikan tersebut tercatat dalam hasil survei Survei Sensus Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2025.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Situbondo, Muhammad Imam Darmaji, membenarkan temuan tersebut.
"Berdasarkan hasil survei terbaru, angka stunting di Situbondo mengalami kenaikan, dari 4,1 persen menjadi 10,6 persen," kata Imam saat dikonfirmasi, Minggu (14/9/2025).
Menindaklanjuti temuan itu, Pemkab Situbondo meluncurkan program khusus bernama Gerakan orangtua Asuh Cegah Stunting (Genting). Program ini terdiri dari tiga langkah yang dijalankan dengan dukungan masyarakat.
Baca juga: Ironi Perikanan Indonesia: Produk Buruk, Penduduk Pesisir Stunting
"Kami ada 3 langkah, semuanya atas kesadaran dan keikhlasan masyarakat," ujarnya.
Pertama, menjadi orangtua asuh bagi keluarga kurang mampu, khususnya ibu hamil, ibu menyusui, dan anak balita. Kepala desa atau perangkat pemerintah dengan kondisi ekonomi lebih baik diminta ikut berperan.
Kedua, memberikan bantuan nutrisi atau uang Rp 15 ribu per hari selama 24 bulan. Bantuan ini akan dilaporkan kepada pemerintah daerah dan dicatat sebagai donasi resmi.
Ketiga, memberikan bantuan non-nutrisi berupa rumah layak huni senilai Rp 20 juta, akses air bersih, pembangunan jamban sehat, serta edukasi pencegahan stunting.
"Sasaran utama program Genting adalah keluarga yang berisiko stunting, meliputi calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui, dan anak-anak di bawah usia dua tahun (baduta). Bantuan yang diberikan bervariasi, mulai dari pemberian sembako sekali waktu hingga bantuan berkelanjutan selama periode tertentu," tutur Imam.
Ia menambahkan, kenaikan stunting tidak hanya dialami keluarga ekonomi rendah, tetapi juga keluarga di wilayah perkotaan akibat pola asuh yang kurang optimal.
"Menariknya, berdasarkan hasil survei, angka stunting di Situbondo cenderung meningkat di wilayah perkotaan. Hal ini disebabkan oleh faktor pola asuh anak yang kurang optimal. Banyak orangtua di perkotaan yang sibuk bekerja sehingga anak-anak mereka diasuh oleh orang lain, yang berpotensi menyebabkan anak kekurangan perhatian dan kasih sayang," ucap Imam.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang