SURABAYA, KOMPAS.com - Di tengah hiruk-pikuk aksi unjuk rasa yang terjadi di Surabaya, terdapat sosok-sosok pahlawan garda terdepan yang selalu memastikan setiap sudut kota tetap bersih.
Setelah kekacauan yang diperbuat atas kemarahan para demonstran, ada pasukan berseragam oranye yang selalu bersiaga menjaga kebersihan dan keindahan kota.
Tak jarang juga dalam mejalankan tugasnya, mereka tetap harus berwaspada menghadapi demonstran yang berlarian mencari tempat berlindung.
Sebagaimana yang diungkapkan salah seorang pasukan oranye, Imron.
Pada saat dirinya setiap kali akan membereskan kekacauan kota setelah demo yang terjadi di Surabaya beberapa hari terakhir.
Baca juga: Pendiri Perpustakaan Medayu Agung Surabaya Oei Hiem Hwie Meninggal di Usia 90 Tahun
Duduk di pinggiran trotoar Jalan Basuki Rahmat, beristirahat setelah menjalankan tugasnya, Imron menceritakan pengalaman yang tidak terlupakannya setelah hampir 9 tahun bekerja sebagai tukang sapu jalanan dalam menghadapi unjuk rasa yang terjadi.
Ia mengatakan bahwa dirinya harus selalu memastikan unjuk rasa benar-benar selesai dan tidak demonstran kembali sebelum memulai pembersihan.
“Kita itu baru bisa melakukan pembersihan mulai Minggu (30/8/2025) kemarin itu baru mulai (pembersihan) pukul 06.00 WIB,” ujar Imron saat ditemui Kompas.com, Senin (2/9/2025).
Bahkan, beberapa kali dia bersmaa pasukan oranye lainnya harus menunda pembersihan karena massa yang kembali bermunculan.
“Jadi kami selalu jaga-jaga dulu di depan air mancur situ, dari pagi sudah ada yang jaga situ. Setiap mau pembersihan selalu ada massa, ya kita mundur, nanti kalua sudah benar-benar kosong baru kita mulai,” jelasnya.
Baca juga: Respon KLB Campak di Sumenep, Pemkot Surabaya Terbitkan SE
Lansia 74 tahun itu menuturkan bahwa pembersihan hanya dilakukan untuk kerusakan yang terjadi di jalan raya, taman, dan trotoar.
Ia mengungkapkan tidak berani melakukan pembersihan di pos-pos polisi yang habis terbakar.
“Kita sesuai arahan atasan aja sih. Karena perintahnya hanya jalan, taman, trotoar, dan fasilitas umum ya kita bersihkannya wilayah itu. Kita gak berani bersihkan seperti pos polisi karena itu juga bukan wilayah kita,” paparnya.
Termasuk juga bekas jarahan Gedung Grahadi yang sempat dibakar massa hingga melenyapkan bangunan sisi barat tempat kantor Wakil Gubernur Jawa Timur.
“Kalau pembersihan Grahadi ini kita angkut kayu, besi, palstik, ban, plastic-plastik sama reruntuhan bekas dibakar kemarin itu,” tuturnya.
Meskipun harus selalu waspada akan terjadi demo susulan, namun Imron mengaku tidak takit sedikit pun dalam menjalankan tugasnya selama masa unjuk rasa yang terjadi beberapa waktu kemarin.
“Enggak sih (kalau takut) karena kita juga biasanya saling koordinasi sama tim yang jaga sebelum melakukan pembersihan. Jadi misal disini kan wilayahnya pos 1, kita tanya ‘sudah aman belum lokasi?’ kalau sudah ya kita berangkat bersihkan,” ucapnya.
Baca juga: Jalan Panjang Restorasi Gedung Grahadi Surabaya, Saksi Perjuangan Bangsa
Menurutnya, dampak kekacauan yang ditimbulkan dari unjuk rasa kali ini menjadi yang terparah selama ia bekerja.
“Tahun ini yang terparah sih, mbak karena baru kali ini selama saya kerja kalau bersihkan demo itu sampai Gedung Grahadi juga dibakar,” tuturnya.
Hal tersebut juga menjadikan Imron bersama tim petugas kebersihan harus bekerja ekstra.
“Biasanya kita itu kan sif sistemnya, tapi kalau situasi kayak gini biasanya gak menentu jamnya, kadang bisa sampai lembur, misal dini hari baru bisa bersihin,” ucapnya.
Lewat senyuman hangat dan peluh keringat yang dibasuhnya, Imron menyebut bagaimana dirinya harus tetap bekerja keras meski di situasi genting sekalipun, demi mangis rezeki untuk keluarganya.
“Ya kalau saya harus tetap kerja kalau gak gitu keluarga saya enggak makan, jadi gimanapun situasinya saya gak bisa takut atau libur dari kerjaan,” sebutnya.
Baca juga: Khofifah Yakin Pembakar Gedung Grahadi Surabaya Bukan Warga Jatim
Ia mengungkapkan bahwa sebenarnya sangat penting bagi masyarakat untuk menyuarakan pendapat dan keluhannya.
Hanya saja sebaiknya tidak menggunakan tindakan anarkis yang merusak fasilitas umum hingga bangunan cagar budaya seperti Gedung Grahadi.
“Sebenarnya boleh sjaa kalau mau mengutarakan keluhan atau pendapat, terutamanya anak muda kan karena masih punya banyak tenaga dan waktu. Tapi, kalau menurut saya ada baiknya tanpa merusak fasilitas umum,” pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang