BLITAR, KOMPAS.com – Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Blitar, Jawa Timur, yang berlokasi di Kelurahan Kanigoro, menjadi sasaran perusakan dan penjarahan dalam aksi massa yang berlangsung pada Sabtu malam hingga Minggu (31/8/2025) dini hari lalu.
Pada Minggu malam, beredar di kalangan aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Blitar mengenai Surat Edaran (SE) Bupati Blitar tentang Menjaga Kondusivitas Lingkungan, Keamanan, dan Keselamatan Kerja pada Aspek Pelayanan Publik.
“Pegawai Pemerintah Kabupaten Blitar diimbau untuk tidak menggunakan fasilitas kendaraan dinas (pelat merah), baik kendaraan roda empat maupun roda dua sampai kondisi membaik,” demikian bunyi poin ke-8 SE yang ditandatangani Bupati Blitar, Rijanto.
Pengecualian diberikan untuk kendaraan pemadam kebakaran dan ambulans.
Baca juga: 143 Orang Ditangkap Saat Bentrok Dekat Mapolres Blitar, Polisi: Rata-rata Konsumsi Miras dan Narkoba
Selain imbauan untuk tidak menggunakan kendaraan dinas berpelat nomor merah, SE tersebut memerintahkan pegawai pemerintah di lingkungan Pemkab Blitar untuk tidak menggunakan pakaian seragam ASN.
“Pegawai Pemerintah Kabupaten Blitar agar dalam melaksanakan tugas sehari-hari menggunakan pakaian batik/bebas rapi,” demikian bunyi SE poin ke-7.
Larangan memakai seragam ASN itu berlaku mulai 1 hingga 4 September 2025 dengan catatan dapat diperpanjang lagi.
Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kabupaten Blitar, Suhendro Winarso, mengatakan bahwa penerbitan SE Nomor B/180.07/03/409.4.5/2025 itu tidak berkaitan secara langsung dengan aksi perusakan dan penjarahan Gedung DPRD.
“Ada arahan dari Mendagri (Menteri Dalam Negeri) dan surat dari Provinsi (Jawa Timur). Jadi kaitannya lebih pada situasi nasional,” ujar Suhendro kepada Kompas.com melalui telepon, Selasa (2/9/2025).
Baca juga: Respons Situasi Nasional, ASN Kota Batu Diizinkan Tak Berseragam dan Dilarang Pakai Kendaraan Dinas
Suhendro juga mengeklaim bahwa situasi di wilayah Kabupaten Blitar saat ini telah aman dan kondusif.
Pada poin pertama SE itu, disebutkan bahwa pegawai Pemkab Blitar diharapkan tetap bekerja secara profesional dalam pelayanan kepada masyarakat dengan mengedepankan pendekatan persuasif dan humanis untuk tetap menjaga kondusivitas lingkungan dan keselamatan kerja.
“Kepala OPD (organisasi perangkat daerah)/pimpinan unit melakukan upaya pengamanan aset kantor masing-masing dengan menugaskan staf laki-laki secara bergantian melakukan pengamanan/piket di luar jam dinas,” demikian bunyi poin ke-3.
Pada poin ke-6, SE tersebut juga meminta pelepasan atribut, umbul-umbul, dan sejenisnya agar tidak disalahgunakan oleh aksi unjuk rasa yang mengarah pada aksi anarkis.
Suhendro mengatakan bahwa poin tersebut merupakan antisipasi pada kemungkinan disalahgunakannya umbul-umbul dan bendera merah putih yang banyak terpasang di berbagai ruang publik dan lingkungan kantor instansi pemerintah selama peringatan HUT ke-80 RI.
Meski kerusakan yang terjadi di Gedung DPRD Kabupaten Blitar tidak terlalu parah, aksi penjarahan dan upaya pembakaran telah mengakibatkan terbakarnya ribuan dokumen dan hilangnya puluhan layar monitor, perangkat sound system, serta komputer.
Hingga saat ini, pasokan listrik dan internet belum dipulihkan, sedangkan pihak kepolisian tengah melakukan penyelidikan.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang