"Intinya jalan-jalan, tapi berhenti di pos-pos untuk ngerjain misi literasi sama misi tentang psikologi, nanti juga ada talk show dan journaling lagi dari psikolog," ceritanya antusias.
Sebagai komunitas non-profit, tantangan terbesar para aktivis literasi Majang Buku adalah soal pendanaan.
Selama ini, mereka bergerak dengan dana pribadi dan tak jarang mencari sponsor untuk mendukung gerakan-gerakan inovatif yang dibuat.
"Tantangannya mungkin lebih ke pendanaan, kalau peminat sih sebenarnya banyak," kata Rizka.
Keterbatasan anggaran membuat regenerasi komunitas ini sedikit macet. Sebab, tak banyak relawan yang mau meluangkan waktu untuk kegiatan yang tak dibayar meski sifatnya positif.
"Karena ini gerakan sukarela jadinya orang-orangnya terbatas kan, kalau sebagai peserta pasti banyak, sering berganti orang-orang, cuman kalau sebagai panitia itu kita cuman berapa orang gitu, enggak sampai 10 lah," ucapnya prihatin.
Baca juga: Bale Buku, Pos Kamling yang Disulap Jadi Perpustakaan Mini demi Cegah Anak Keranjingan HP
Padahal, bagi sebuah organisasi, regenerasi hukumnya wajib agar nilai-nilai gerakan itu tetap hidup.
Selain regenerasi, tantangan lain yang lebih teknis seperti tidak adanya basecamp juga jadi tantangan yang harus dihadapi pejuang literasi ini.
Tidak adanya markas membuat mereka harus menyimpan ratusan buku-buku koleksinya di dalam tas. Sedangkan, situasi ini membuat buku jadi mudah rusak.
"Kita juga enggak punya basecamp. Jadi tantangannya buku kita yang 300 itu benar-benar harus kita taruh di tas, kan itu rawan rusak kadang kita taruh di kamarnya pengurusnya itu."
"Belum lagi bawanya kan juga susah misalnya harus bawa banyak buku," keluhnya.
Di balik tantangan yang cukup berat itu, Rizka dan kawan-kawan mengutamakan jalinan persaudaraan yang kuat. Tujuannya agar Majang Buku bisa tetap hidup.
"Biasanya ini sih, kita pakai pendekatan personal aja, diajak ngobrol aja, terus kalau mereka ulang tahun kita rayain kecil-kecilan, jaga semangatnya, sering ngobrol-ngobrol dan ngumpul bareng gitu," tuturnya.
Rizka berharap, komunitas Majang Buku akan terus hidup dengan generasi baru yang lebih kreatif dan semangat.
Saat ini, Rizka dan teman-temannya tengah fokus mengajak para siswa giat membaca buku dan punya semangat seperti mereka.
"Harapannya sih Majang Buku terus ada dan ada regenerasi kepengurusan."
"Makanya itu kita coba untuk masuk ke SMA-SMA karena di sini pasti kan mereka yang melanjutkan gerakan komunitas ini, mewujudkan program literasi yang menyenangkan dan berkelanjutan," pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang